TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Kepemimpinan adalah amanah, bukan sekadar kuasa. Ketika amanah itu dilanggar, rakyat memiliki hak untuk menuntut pertanggungjawaban demi masa depan yang lebih baik.
Dogma inilah yang dianut oleh aktivis mahasiswa asal STIA YPPT Priatim Tasikmalaya. Dirinya merealisasikannya mulai dari lingkungan organisasi kemahasiswaan.
Fahmi Pachrurozi, Ketua Komisi 1 Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Republik Mahasiswa STIA YPPT PRIATIM, memimpin sidang istimewa gelar perkara pemberhentian Presiden Mahasiswa (Presma) periode 2023-2024, pada Jumat (15/11/24) di Aula Graha Mulia Permana, Kampus STIA YPPT Tasikmalaya.
Baca Juga:Ini Pesan Mendalam Ketua KPU Kota Tasikmalaya Bagi Pasangan Calon!Herdiat-Yana Targetkan Pertumbuhan Ekonomi di Atas 7 Persen dan Bakal Wujudkan ASN Bebas Korupsi
Satia Putra Wibawa, dipecat dari jabatannya sebagai Presma lantaran dinilai abai terhadap aspirasi mahasiswa, tak transparan, dan tak mampu membawa perubahan positif terhadap Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) STIA YPPT Tasikmalaya.
“Ada beberapa laporan atas keresahan mahasiswa dalam kinerja Badan Eksekutif Mahasiswa yang dianggap lalai dalam melaksanakan tugas dan fungsi. Selain itu secara individual saudara Satia Putra Wibawa telah melanggar peraturan kriteria Presiden Mahasiswa, yang di mana peraturan itu berisi bahwa seorang Presiden Mahasiswa merupakan seorang Mahasiswa aktif. Setelah dicek dia ternyata dinyatakan non aktif sebagai mahasiswa,” jelas Fahmi, Senin 18 November 2024.
Ia juga menerangkan pola komunikasi yang buruk selama menjabat, jadi indikator Satia dipecat secara tidak hormat sebagai Presma. Kini posisi itu diambil alih wakilnya, Serli Herawati, berdasar pada ketentuan yang berlaku pada musyawarah tersebut.
Lebih luas Fahmi menjelaskan ketika seorang pemimpin gagal menjalankan tugasnya dengan baik, kritik dari masyarakat adalah keniscayaan. Tak hanya layak mendapat kritik, tetapi juga pantas dipertimbangkan untuk diturunkan dari jabatannya. Baginya, hal ini berlaku bagi pemimpin di tingkat manapun, termasuk pemerintahan.
“Jelas bahwa setiap pemimpin baik itu di kampus atau di pemerintahan harus diawasi baik badan pengawas ataupun mahasiswa kalau di kampus, dan rakyat kalau di negara. Seyogyanya kita harus melihat fakta sejarah penurunan orde baru oleh mahasiswa dan masyarakat Indonesia, kalau pemimpin tidak berkomitmen atau kinerja yang baik, maka mahasiswa atau rakyat akan menghukumnya,” ungkap Fahmi.