CIAMIS, RADARTASIK.ID – Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kabupaten Ciamis mengupayakan kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) 2025 menjadi Rp 2,5 juta. Langkah ini diambil untuk memperjuangkan aspirasi pekerja sembari mempertimbangkan kondisi perusahaan dan regulasi yang berlaku.
Ketua KSPSI Kabupaten Ciamis, Iwan Erawan, menyatakan bahwa pihaknya akan mengusung pendekatan win-win solution dalam pembahasan UMK.
“Artinya, kami tetap memperjuangkan aspirasi pekerja, tetapi juga mempertimbangkan regulasi, kesanggupan perusahaan, dan kebutuhan sehari-hari para pekerja,” ujarnya, Senin 18 November 2024.
Baca Juga:Ini Pesan Mendalam Ketua KPU Kota Tasikmalaya Bagi Pasangan Calon!Herdiat-Yana Targetkan Pertumbuhan Ekonomi di Atas 7 Persen dan Bakal Wujudkan ASN Bebas Korupsi
SPSI Kabupaten Ciamis sedang menunggu undangan rapat dari Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) untuk membahas UMK 2025. Dalam rapat tersebut, KSPSI akan melibatkan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), akademisi, dan unsur terkait lainnya. “Kami menunggu undangan rapat dari Disnaker. Mungkin minggu ini, setelah regulasi terkait UMK 2025 turun,” jelas Iwan.
Iwan menambahkan bahwa aspirasi pekerja akan menjadi perhatian utama dalam rapat tersebut. “Kita mendengar keinginan dari pekerja agar UMK 2025 di Ciamis naik. Tentunya kami akan memperjuangkan agar hasilnya maksimal,” tambahnya.
Dorongan kenaikan upah dari pekerja di beberapa wilayah Jawa Barat, seperti Bandung, Karawang, dan Bekasi, mencapai 10 persen. Namun, KSPSI menilai bahwa kondisi Kabupaten Ciamis tidak bisa disamakan dengan daerah-daerah tersebut.
“Kalau di Ciamis, kami harus mencari win-win solution. Ada keinginan kenaikan hingga 10 persen atau sekitar Rp 200.000. Tapi, jika kenaikan terlalu tinggi, dampaknya bisa berat bagi perusahaan, yang nantinya bisa menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK). Itu akan menambah masalah pengangguran,” kata Iwan.
Ciamis, yang sebagian besar industrinya merupakan sektor padat karya dan usaha kecil-menengah, belum memiliki perusahaan besar. Oleh karena itu, kebijakan UMK harus disesuaikan dengan kapasitas ekonomi lokal.
“Intinya, kami tetap memperjuangkan hak pekerja agar sesuai dengan kebutuhan sehari-hari mereka, tetapi tetap realistis agar perusahaan juga dapat bertahan,” tegasnya. (Fatkhur Rizqi)