Hal itu sangat wajar karena panelis luar daerah kurang memahami kondisi sosial di masyarakat. Sehingga dasar mereka lebih banyak dari data dan angka yang dikeluarkan BPS. “Karena bagaimana pun orang gila lebih paham rumahnya sendiri ketimbang orang waras dari luar,” tuturnya.
Kendati demikian, diambilnya panelis dari luar menurutnya karena semakin sulit mengambil figur lokal yang netral. Namun pada intinya dia berharap debat kedua bisa dilaksanakan secara serius baik oleh kandidat maupun penyelenggara. “Kalau memang yang penting ada agenda debat, tidak perlu sampai dua kali,” katanya.(rangga jatnika)