MILAN, RADARTASIK.ID – Adriano, mantan bintang sepak bola asal Brasil yang pernah bersinar bersama Inter, menuturkan kisah hidupnya yang penuh lika-liku.
Sosok yang pernah dijuluki sebagai L’Imperatore atau Sang Kaisar ini mengungkapkan perjalanannya dari masa kejayaan hingga keterpurukan dalam sebuah artikel yang dipublikasikan di The Players’ Tribune.
Di sana, Adriano berbicara terbuka tentang dirinya yang merasa menjadi ”pemborosan terbesar dalam sepak bola” setelah kariernya tenggelam dalam dunia gelap dan mabuk di favela, lingkungan kumuh tempat ia tumbuh di Rio de Janeiro.
Baca Juga:Federico Chiesa Berpotensi Kembali ke Serie A, Gabung AC Milan atau AS RomaDiskusi dengan Keluarga Friedkin, Claudio Ranieri Pertimbangkan Kembali ke AS Roma untuk Ketiga Kalinya
Sebagai pemain muda yang memulai debut di usia 19 tahun, Adriano dianggap sebagai calon penerus Ronaldo dengan kekuatan fisik dan kemampuan mengolah bola yang luar biasa.
Bermain bersama Inter, ia tampil gemilang hingga sempat dipinjamkan ke Fiorentina dan Parma untuk mengembangkan kemampuan.
Namun, ketenaran yang diraihnya seolah menjadi pedang bermata dua.
Dalam artikel yang ditulisnya, pria yang kini berusia 42 tahun ini menyampaikan bagaimana cinta kepada kampung halamannya, yang dikenal sebagai Favela, menjadi titik balik dari seluruh perjalanannya.
Adriano mengisahkan, banyak orang tidak bisa memahami keputusannya untuk meninggalkan kemegahan stadion demi kembali ke lingkungan lamanya di Rio, tenggelam dalam pesta minuman yang tak kunjung usai.
Dia mengakui bahwa pada suatu titik dalam hidupnya, pilihan itu terasa tidak terelakkan, dan kemudian sulit untuk kembali ke jalur semula.
Dalam salah satu kenangan menyakitkan, Adriano bercerita tentang bagaimana ia merasakan rindu mendalam terhadap rumah meskipun berada di tengah kemewahan.
Salah satu peristiwa Natal yang dihabiskan di rumah rekan setimnya, Clarence Seedorf, menjadi contoh nyata.
Baca Juga:Matteo Gabbia Ceritakan Ketidakpuasan AC Milan di Serie A dan Pasang Surut Rafael LeaoEra Baru Sepak Bola, Presiden Inter Beri Pesan Khusus kepada Inzaghi, Ketenangan Nils Liedholm Bisa Ditiru
Rasa kesepian dan kerinduannya yang besar membawanya pulang ke apartemen, di mana ia minum sebotol vodka sembari menangis.
Perasaan tak menentu ini semakin parah ketika Adriano mengalami depresi berat setelah kehilangan ayahnya secara mendadak pada tahun 2004.
Keterpurukannya mencapai puncak, dan ia sempat menghilang beberapa hari, bersembunyi di favela tanpa seorang pun yang menemukannya.
”Ketika saya ’kabur’ dari Inter dan meninggalkan Italia, saya datang untuk bersembunyi di sini. Saya berkeliling komplek selama tiga hari. Tidak ada yang menemukan saya. Mustahil. Aturan nomor satu di favela. Jaga mulutmu. Apakah ada yang akan melaporkan saya? Tidak ada pengkhianat di sini, bro,” ungkap Adriano kepada The Players’ Tribune seperti dikutip Football Italia, Rabu, 13 November 2024.