TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Puluhan warga Tasikmalaya menghadiri pemutaran film dokumenter karya Watchdoc berjudul “Pesta Oligarki” pada Kamis, 17 Oktober 2024, di Cafe Veloce Rubie, Jalan Veteran, Kecamatan Cihideung, Kota Tasikmalaya.
Film berdurasi hampir satu jam itu menampilkan gambar Presiden Joko Widodo dengan badan pion catur, menggambarkan proses demokrasi yang terjadi dalam setahun terakhir.
Salah satu sorotan utama dalam film tersebut adalah putusan Mahkamah Konstitusi yang mengizinkan peserta Pilpres 2024 berusia di bawah 40 tahun untuk mencalonkan diri, asalkan pernah menjabat sebagai pejabat daerah. Kebijakan ini dinilai hanya menguntungkan Gibran Rakabuming Raka.
Baca Juga:Cuking, Eks Ketua NPCI Jabar Asal Ciamis Ditahan Kejati Akibat Dugaan Penyelewengan Dana Hibah Rp 122 MiliarMAKLUMAT EYANG!!
Film ini juga menayangkan cuplikan kampanye politik dari tiga pasangan calon Pilpres 2024, yang menunjukkan bagaimana mereka memobilisasi massa dengan dukungan oligarki, yang menjadi tema sentral film tersebut.
“Demokrasi banyak dipahami masyarakat sekadar sebagai Pemilu, padahal maknanya jauh lebih luas dan kompleks. Demokrasi seharusnya menjadi wadah bagi kepentingan masyarakat umum, tetapi yang terjadi sekarang hanyalah permainan elit politik, sementara rakyat menjadi korban. Sesuai dengan judul dokumenter ini, Pesta Oligarki,” ujar Acep Azhar, yang memandu diskusi usai pemutaran film.
Eka Garaha, pemuda yang juga ikut menonton dan menjadi pemandu diskusi, menyoroti mantan aktivis 1998 yang kini menjadi bagian dari oligarki yang dulu mereka lawan. “Perlu kita sadari dan sepakati bahwa musuh bersama kita adalah oligarki yang masih menindas. Kita masih bisa mendengar jeritan warga yang tertindas,” tegasnya.
Film tersebut menyoroti bagaimana “Pesta Demokrasi” kini berubah menjadi “Pesta Oligarki”, dengan menunjukkan bahwa era kepemimpinan Soeharto, yang juga dituding sebagai lumbung oligarki, kini terulang di era Jokowi. Film ini menggambarkan bagaimana kekuasaan digunakan oleh mereka yang berkuasa untuk keuntungan golongan tertentu, tanpa memedulikan nasib rakyat.
“Rakyat hanya diposisikan sebagai penonton yang pulang tanpa suara setelah pesta usai, terpinggirkan dari masa depan yang seharusnya menjadi hak mereka. Lantas, Pesta Demokrasi seperti apa yang dimaksud oleh Jokowi?” tambah Acep.
Aktivis mahasiswa Tasikmalaya, Muhamad Miqdar Nurdin, mengungkapkan bahwa film Pesta Oligarki ini telah lama dinantinya sebagai lanjutan atau bahkan jawaban dari film dokumenter Dirty Vote, yang membahas dugaan kecurangan dalam Pilpres 2024.