TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Event konser musik SMA negeri di Tasikmalaya dengan memungut biaya dari orang tua siswa dinilai memicu kultur negatif di dunia pendidikan. Selain jadi ladang bisnis, secara tidak langsung siswa didorong menjadi personal yang hedonis.
Konser musik dalam rangka HUT salah satu SMA di Tasikmalaya harus menjadi bahan evaluasi dinas terkait. Pasalnya ada beberapa persoalan dinilai tidak pantas dilakukan oleh lembaga pendidikan.
Akademisi IAI Tasikmalaya Dr H Ajang Ramdani menerangkan MPd yang menilai pungutan sekolah negeri kepada orang tua siswa seharusnya dihentikan. Terlebih untuk penggunaannya untuk kepentingan sekolah, bukan murni untuk menunjang pendidikan siswa.
Baca Juga:Laptop dan Proyektor Sekolah di Tasikmalaya Raib, Diduga Digondol MalingPemberi dan Penerima Bisa Dipidana, Masih Berani Money Politic di Pilkada Kota Tasikmalaya?
“Sangat disayangkan itu masih dilakukan oleh sekolah negeri yang pada prinsipnya dibiayai penuh oleh negara,” ungkapnya kepada Radar, Minggu (13/10/2024).
Dari kaca mata pendidikan, menurutnya sisi edukasi penyelenggaraan konser musik relatif minim. Karena jika membangun keterampilan sebagai event organizer (EO), artinya hanya sebagian kecil siswa yang diberikan pembinaan. “Harus jelas dulu tujuannya, karena pandangan saya sangat minim sisi edukasinya, malah membangun jiwa hedonis siswa,” ucapnya.
Jika memang tujuannya membahagiakan para siswa di momen ulang tahun, idealnya sekolah yang menyiapkan modal. Itu pun tidak perlu dibuka untun umum, khusus internal sekolah saja. “Kan yang ulang tahunnya sekolah, jadi biayanya jadi risiko yang punya hajat dong, atau minimal dari sponsor,” katanya.
Ajang melihat konser musik ini cenderung jadi ladang bisnis sekolah, dengan siswa atau orang tua yang menjadi objeknya. Menurutnya ketika event konser yang terbuka untuk umum itu meraup keuntungan, para orang tua tidak akan kebagian. “Terlepas dalihnya apa, keuntungannya pasti untuk pihak sekolah,” ujarnya.
Menurutnya Kantor Cabang Dinas Pendidikan (KCD) harus melakukan evaluasi dan tidak membiarkan hal ini begitu saja. Bahkan jika perlu dilakukan juga pengawasan alur keuangan dari penyelenggaraannya supaya tidak ada penyalahgunaan. “Karena dalam hal ini, pemerintah tidak boleh diam saja,” katanya.
Dikhawatirkan, hal ini memicu tren di dunia pendidikan di mana sekolah-sekolah menyelenggarakan hal serupa. Pada akhirnya akan semakin kuat juga kultur pungutan kepada para orang tua dengan dalih donasi atau sumbangan. “Bukankan pemerintah itu harus memastikan kemudahan pendidikan bagi masyarakat, masa mau diam saja ketika ada hal seperti ini,” tandasnya.(rangga jatnika)