Oleh: Dadan Alisundana
Risiko pemimpin itu dipuji atau dibenci. Begitu juga Pj Wali Kota Tasikmalaya Dr H Cheka Virgowansyah.
November 2022, Cheka datang ke Kota Tasikmalaya sebagai penjabat wali kota. Menuai kontroversi.
Sebab dia bukan orang yang diusulkan dari aspirasi bawah. Cheka datang sebagai ‘orang pusat’.
Baca Juga:Pahlawan Fiorentina: De Gea Tetap Rendah Hati, Yacine Adli Ungkapkan Cinta untuk MilanCedera Parah Jadi Berkah, Dani Carvajal Langsung Dapat Perpanjangan Kontrak dari Real Madrid
Wajar jadi kontroversi bahkan disebut-sebut mengemban misi tertentu. Khususnya terkait Pilpres 2024.
Cheka Virgowansyah memang merupakan pejabat di Departemen Dalam Negeri (Depdagri).
Wajar kalau muncul asumsi sebagai orang kiriman elit pusat yakni Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Dikirim secara khusus untuk tujuan tertentu.
Awal menjabat, sebuah baliho terpasang di Jalan HZ Mustofa. Berisikan kata sindiran untuk Cheka agar pulang ke Palembang. Tempat kelahirannya.
Entah pihak mana yang membuat baliho itu. Di WA Group warga Kota Tasikmalaya soal baligo sindiran sempit muncul. Jadi bahasan.
Umumnya isi obrolan WA menyayangkan kenapa harus orang pusat menjadi penjabat wali kota. Sebab orang daerah juga masih banyak yang dianggap memiliki kapasitas.
Lalu dalam obrolan itu disebut sederet nama. Salah satunya Ivan Dicksan yang saat itu menjabat sekretaris daerah (Sekda) Kota Tasikmalaya.
Ivan Dicksan memang termasuk di antara orang yang resmi diusulkan untuk jadi penjabat wali kota.
Baca Juga:Selebrasi Kontroversial Yerry Mina: Bentuk Solidaritas atau Provokasi untuk Juventus?Hancurkan Alaves dengan Hat-trick, Lewandowski Kembali Menjadi Mesin Gol Menakutkan di Barcelona
Seiring waktu kontroversi itu mereda. Kehadiran Cheka Virgowansyah mulai diterima. Apalagi dengan gebrakan awalnya soal sampah.
Sampah masalah ruwet di Kota Tasikmalaya. Wilayah kota yang kecil ini begitu sulit keluar dari persoalan sampah.
Di pusat kota saja seperti sepanjang jalur HZ Mustofa sampah berserakan. Pun di ruas jalan lainnya hingga jalan lingkungan. Berantakan dengan sampah.
Problem sampah ternyata dari hulu ke hilir. Warga sebagai ‘produsen’ sampah belum memiliki kesadaran mengelola sampah.
Dinas terkait pun kewalahan karena tidak memiliki program penanganan sampah yang jitu.
Baru sebatas memindahkan sampah dari wilayah kota ke pembuangan akhir di Ciangir. Itu juga masih ada masalah angkutannya.
Armada truk angkutan sampah banyak yang rusak. Dampaknya jadwal pengangkutan sampah tertunda. Menumpuklah sampah di berbagai wilayah kota. Warga ngomel-ngomel.