TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Dosen Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Kemenkes Tasikmalaya melaksanakan program pengabdian masyarakat di Puskesmas Sambongpari, Kota Tasikmalaya.
Kegiatan pada 19 Agustus 2024 tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesehatan jiwa masyarakat melalui pelatihan kader sehat jiwa.
Pelatihan ini mencakup intervensi generalis halusinasi dan kemandirian masyarakat di wilayah tersebut.
Baca Juga:BPK Temukan Kelebihan Bayar Honorarium Kegiatan di Pemkab Ciamis Lebih dari Rp 2 MiliarBawaslu Ciamis Inventarisir Pelanggaran Pemasangan Alat Peraga Kampanye
Tim pengabdian ini terdiri dari Ns Ridwan Kustiawan MKep SpKepJ, Dr H Iwan Somantri SKp MKes, dan Dr Tetet Kartilah SKp MKes.
Ketua Pengabdian Masyarakat, Ns Ridwan Kustiawan MKep SpKepJ, menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari tri darma perguruan tinggi, yang salah satunya adalah pengabdian kepada masyarakat.
”Hal itu (pelatihan kader sehat jiwa, red) sebagai upaya untuk mengidentifikasi dan memelihara kesehatan jiwa masyarakat melalui kader sehat jiwa,” katanya kepada Radartasik.id, Rabu, 2 Oktober 2024.
Wilayah Puskesmas Sambongpari dipilih karena memiliki jumlah orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang cukup banyak, meskipun sudah dilakukan program kunjungan keluarga oleh petugas kesehatan setempat.
Namun, data terkait klasifikasi kesehatan jiwa di wilayah ini masih belum tersedia, sehingga pelatihan ini menjadi langkah penting untuk menangani hal tersebut.
Pelatihan ini melibatkan 46 kader dari setiap posyandu yang berada di wilayah Puskesmas Sambongpari.
Setelah pelatihan, para kader ditugaskan untuk melakukan deteksi dini pada 10-20 keluarga di wilayah mereka masing-masing.
Baca Juga:HMI Ciamis Mau Bedah Visi-Misi Pasangan Calon Pilbup 2024Dinas Sosial Kabupaten Ciamis Dapatkan Bantuan BLT DBHCHT Rp 1 Miliar pada Tahun 2024
Hasil deteksi dini menunjukkan bahwa mayoritas penduduk, sebanyak 10.595 orang, berada dalam kategori sehat jiwa.
Namun, terdapat 1.091 orang yang dikategorikan berisiko mengalami gangguan jiwa, terutama karena penyakit kronis, dan 39 orang yang terdeteksi mengalami gangguan jiwa.
Data ini menjadi dasar bagi puskesmas untuk menyusun program-program kesehatan jiwa yang lebih terarah, seperti program promotif untuk mempertahankan kesehatan jiwa masyarakat, program preventif untuk mengurangi risiko gangguan jiwa, serta program kuratif dan rehabilitatif bagi ODGJ.
Ridwan Kustiawan menekankan pentingnya menggerakkan keluarga dan kelompok berisiko untuk mengikuti pendidikan kesehatan jiwa, yang diharapkan dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan kemandirian dalam menjaga kesehatan jiwa.
Selain itu, keluarga dan kelompok yang memiliki anggota dengan gangguan jiwa juga didorong untuk mengikuti program pemulihan yang melibatkan terapi farmakologis dan non-farmakologis, seperti terapi aktivitas kelompok.