TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Tari Jaipong yang merupakan bagian penting dari identitas kebudayaan Sunda kini mulai ditinggalkan generasi muda.
Banyak sanggar tari memodifikasi gerakan Jaipong dengan sentuhan modern untuk menarik minat anak muda, namun hal ini justru dianggap mengikis keaslian tari Jaipong oleh Kelompok Wanita Pasundan Istri (Pasi).
Sebagai upaya menjaga kelestarian budaya, Pasi Kota Tasikmalaya mengadakan Pasanggiri Jaipong dengan pakem klasik pada Minggu 29 September 2024.
Baca Juga:Pengusaha Telepon Seluler dan Gerakan Politik di Pilkada Kota Tasikmalaya 2024!Aslim dan Budi Ahdiat Jadi Ketua DPRD Kota dan Kabupaten Tasikmalaya!
Ketua Pasundan Istri Kota Tasikmalaya, Dra Hj Elin Herlina MPd, mengungkapkan kesulitan dalam mengumpulkan peserta untuk lomba ini.
“Sekarang lebih tahu tari jaipong yang sudah dimodifikasi. Yang sudah ada tambahan gerakan lain. Jadi pesertanya susah dicari, terus sanggar-sanggarnya juga sudah tidak menggunakan. Di kurikulum mereka itu tidak ada lagi yang klasik,” jelasnya kepada media, Senin 30 September 2024.
Awalnya, ketika informasi perlombaan dipublikasi, ada sekitar 50 orang yang tertarik. Namun, setelah mengetahui bahwa lomba ini menggunakan pakem klasik, banyak yang mundur.
“Awalnya ada 50 yang ambil formulir. Setelah saya jelaskan bahwa ini bukan tari jaipong yang kreasi tapi tari jaipong yang klasik. Dua bulan yang daftar cuman 2 orang. Aduh sedih banget,” ungkap Elin.
Selama dua bulan, Elin berusaha menggaet peserta dengan mengunjungi berbagai sanggar tari. Akhirnya, berhasil terkumpul 19 anak yang berpartisipasi, meskipun banyak dari mereka merasa kurang percaya diri karena kesulitan dengan lagu yang dilombakan.
“Mereka tidak PD (Percaya Diri). Tari jaipong yang klasik ada pakem-pakemnya. Khususnya diambil lagu Daun Pulus Keser Bojong. Ini sangat unik, klasik,” tambahnya.
Selain kesulitan dalam gerakan, banyak peserta yang salah dalam penggunaan kostum.
Baca Juga:Dear…Pj Wali Kota Tasikmalaya, Kemana Program Layar Kusumah? Publik Masih Butuh!Lembaga Survei Berperan Edukasi, Bukan Menggiring Industri Politik di Kota Tasikmalaya!
“Sanggulnya banyak yang pakai sanggul Jawa. Harusnya kan Sunda. Ketat sekali dari pakaian. Jadi pada males, kurang diminati oleh anak-anak sekarang, yang lebih senang dengan versi kreasi,” jelas Elin.
Meskipun begitu, Pasi tetap berharap lomba ini bisa menjadi momentum untuk melestarikan budaya Sunda yang asli.
“Ke masyarakat tolong untuk dilestarikan budaya Sunda. Yaitu dengan cara bagaimana memelihara itu, diimplementasikan, dan diberikan pelatihan-pelatihan kepada anak-anak yang memang merupakan dasar keterampilan bagi mereka yang menyenangi tari,” tegas Elin.