PANGANDARAN, RADARTASIK.ID – Informasi terkait dugaan mobilisasi siswa salah satu SMA untuk mendukung salah satu calon dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Pangandaran mencuat ke permukaan. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) langsung bertindak untuk menyelidiki kebenaran informasi tersebut.
Ketua Bawaslu Kabupaten Pangandaran, Iwan Yudiawan, mengungkapkan bahwa pihaknya sudah melakukan pleno dan penelusuran terhadap pihak sekolah yang diduga terlibat.
Dia menyatakan bahwa hasil penelusuran tersebut sudah tersedia, namun belum bisa diumumkan secara terbuka. ”Tapi hasilnya, saya tidak bisa sampaikan sekarang, nanti kita bikin rilisnya,” jelasnya kepada Radartasik.id, Rabu, 25 September 2024.
Baca Juga:Inter Milan Catat Peningkatan Pendapatan dan Pengurangan Kerugian pada Laporan Keuangan 2023-24Tak Seindah Odegaard, Anak Zinedine Zidane Pilih Pensiun Setelah Setahun Tanpa Klub
Iwan juga menegaskan bahwa dugaan mobilisasi ini terjadi sebelum ada penetapan resmi calon, sehingga belum masuk dalam masa kampanye.
Dia menambahkan bahwa siswa yang diduga terlibat dalam kegiatan tersebut berusia 17 tahun, yang berarti mereka termasuk dalam kategori pemilih pemula.
Direktur Eksekutif Sarasa Pangandaran, Tedi Yusnanda N, menyatakan keprihatinannya atas informasi dugaan mobilisasi siswa ini. Dia mengecam keras keterlibatan anak didik dalam proses Pilkada Kabupaten Pangandaran.
Tedi menjelaskan bahwa siswa-siswa tersebut diundang ke sebuah rumah di wilayah Pagergunung yang diduga merupakan markas salah satu pasangan calon (paslon).
Dalam pertemuan tersebut, siswa-siswa diarahkan untuk mendukung calon tertentu, bahkan dilaporkan bahwa ada pemberian uang saku dan surat pernyataan dukungan yang ditandatangani. Menurut Tedi, praktik semacam ini sangat berbahaya dan tidak dapat dibiarkan.
Dia menyebutkan bahwa mobilisasi siswa melanggar beberapa aturan, salah satunya adalah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2017 yang secara tegas melarang keterlibatan siswa dalam politik praktis.
Siswa sebagai pemilih pemula seharusnya dilindungi dari pengaruh politik, dan tidak boleh dimobilisasi oleh pihak manapun.
Baca Juga:Cedera Tak Kunjung Usai, Mantan Pemain Real Madrid Raphael Varane Putuskan Pensiun Lebih AwalUngkap Psikologi Ayam! Strategi Modern Polbangtan Bogor Hadapi Tantangan Cuaca Ekstrem
Lebih lanjut, Tedi menjelaskan bahwa praktik pemberian uang saku kepada siswa juga masuk dalam kategori politik uang, yang dilarang dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Pasal 187A dalam undang-undang tersebut menyebutkan bahwa pemberian uang atau imbalan kepada pemilih untuk memengaruhi pilihan politik adalah tindakan pidana.
Pelaku politik uang dalam pilkada dapat dijatuhi hukuman penjara hingga 6 tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar.