TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Pendidikan politik dinilai sangat penting dalam meningkatkan kedewasaan demokrasi. Hal ini menjadi lebih relevan menjelang Pilkada Kota Tasikmalaya 2024, di mana terdapat lima pasangan calon (paslon) yang berlaga.
Banyaknya pilihan ini justru membuat sebagian warga bingung, terutama karena minimnya informasi tentang visi dan misi para calon. Spanduk dan baliho yang hanya menampilkan wajah tersenyum di sepanjang jalan tak cukup membantu masyarakat dalam menentukan pilihan mereka.
Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Tasikmalaya, Dr Ade Zaenul MAg, menekankan pentingnya pendidikan politik yang berkelanjutan dan terstruktur agar demokrasi dapat berjalan dengan optimal. Menurutnya, pendidikan politik yang juga mencakup pendidikan pemilih harus menjadi fokus untuk membentuk pemilih yang rasional.
Baca Juga:Lembaga Survei Berperan Edukasi, Bukan Menggiring Industri Politik di Kota Tasikmalaya!Pengungkapan TPPU Narkoba Rp 2,1 Triliun: Bandar Kendalikan Jaringan dari Balik Jeruji, Polri Sita Aset Mewah
“Proses demokrasi (electoral) tidak akan berjalan secara optimal dan menghasilkan tujuan yang ideal jika tidak dibarengi oleh proses pendidikan politik (political education) atau pendidikan pemilih (voter education) yang berkesinambungan, sistematis, dan terukur,” jelas Ade kepada Radar, Selasa 24 September 2024.
Ade juga menjelaskan bahwa tujuan dari pendidikan politik ini adalah untuk mendorong masyarakat memilih berdasarkan visi, misi, dan program pasangan calon, serta menilai kapasitas dan integritas mereka.
Pemilihan seharusnya tidak hanya didasarkan pada perasaan atau emosi, apalagi faktor pragmatis yang tidak sesuai dengan Undang-Undang.
“Tujuannya adalah untuk membentuk perilaku pemilih yang rasional, yakni yang memilih didasarkan pada pertimbangan visi, misi, dan program-program pasangan calon serta kapasitas dan integritas pasangan calon itu sendiri. Bukan sekadar diasarkan pada feeling dan emosional semata, apa lagi berdasarkan pertimbangan pragmatis lainnya yang tidak dibenarkan Undang-Undang,” paparnya.
Fenomena politik praktis yang sering kali dianggap sebagai transaksi di kalangan elit, menurut Ade, tidak boleh memadamkan harapan publik terhadap idealisme demokrasi. Oleh karena itu, mantan Ketua KPU Kota Tasikmalaya itu menekankan pentingnya peran penyelenggara pemilu, seperti KPU dan Bawaslu, untuk melakukan sosialisasi yang lebih bermakna.
“Maka, untuk itu tugas penyelenggara (KPU dan Bawaslu) untuk terus melakukan tidak sebatas sosialisasi, namun juga pendidikan pemilih dengan berbagai metode dan pendekatan. Program tersebut bisa dilakukan dengan berkolaborasi dengan berbagai pihak, baik lembaga pendidikan, seperti Perguruan Tinggi, dengan media, organisasi masyarakat, NGO, dan kelompok civil society lainnya,” ujar Ade.