Apabila fenomena tersebut tidak dicegah, maka upaya perwujudan ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan akan sulit diatasi dan tetap akan menjadi mimpi yang tidak selesai.
Berbagai hasil penelitian menyebutkan bahwa kelembagaan petani mempunyai peranan penting dalam pembangunan pertanian.
Kelembagaan petani diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan petani dan keluarganya. Namun, saat ini, harapan tersebut belum sepenuhnya tercapai.
Baca Juga:Martabak Yudha Ala Sanfrancisco Tasikmalaya: Warisan Rasa yang Tak Pernah Luntur Sejak 1984Tingkatkan Produktivitas, Kementerian Pertanian Pantau Program Pompanisasi di Kabupaten Bogor
Kelembagaan petani menghadapi berbagai tantangan, seperti keterbatasan kompetensi sumber daya manusia dan infrastruktur, akses yang terbatas terhadap informasi teknologi dan pasar, pengelolaan usahatani dan produksi yang belum mencapai skala ekonomi, serta manajemen operasional bisnis yang belum dikelola secara profesional.
Untuk itu diperlukan petani dan kelembagaan petani menguasai teknologi pertanian yang memadai, dan kemampuan bersaing dari para petani agar mampu bertahan ditengah-tengah persaingan ekonomi dunia.
Salah satu upaya meningkatkan produktivitas, efisiensi usahatani, dan daya saing petani tersebut dilakukan melalui pengembangan kelembagaan ekonomi petani, termasuk didalamnya penguatan kapasitas kelembagaan ekonomi petani dalam bentuk Badan Usaha Milik Petani (BUMP).
BUMP diharapkan dapat mempermudah petani untuk menjangkau akses ke sumber permodalan, sarana dan prasarana pertanian, asuransi pertanian, layanan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian, karena usaha pertanian sudah dikelola secara profesional.
Melalui inovasi kelembagaan ekonomi petani dalam bentuk BUMP ini diharapkan petani dapat dengan mudah menjangkau sistem pembiayaan perbankan, karena usaha pertanian sudah dikelola layaknya korporasi profesional dengan menerapkan manajemen dan mekanisasi pertanian, mulai dari produksi, pengelolaan pasca panen, sampai distribusi dan pemasaran (hulu–hilir).
Sehubungan dengan hal tersebut petani harus berusahatani agribisnis secara berkelompok hingga memenuhi standar skala ekonomi, dengan berbasis kawasan, agar efisien dan menguntungkan.
Hal ini sejalan dengan arahan Presiden RI dalam Pembukaan Rapat Kerja Nasional Pembangunan Pertanian pada 5 Januari 2017, yang menekankan pentingnya mengkorporasikan petani.
Baca Juga:Dosen UPI Ajarkan Pemanfaatan AI dalam Pembelajaran Low Carbon di SMPN 1 Sukaraja TasikmalayaPrediksi Roma vs Empoli di Serie A 2024: Memburu Kemenangan Perdana
Presiden menekankan bahwa setelah pembentukan kelompok atau klaster petani, langkah berikutnya adalah mengintegrasikan mereka dalam skala ekonomi yang lebih besar untuk mencapai efisiensi.
Menurut Presiden, tanpa skala ekonomi yang memadai, usaha pertanian yang kecil-kecil tidak akan efisien. Oleh karena itu, penting untuk mengkorporasikan petani dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dalam skala yang besar untuk menciptakan efisiensi.