TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Terimpit persaingan dari angkutan daring dan juga transportasi massal, sopir angkot di Kota Tasikmalaya ‘kehilangan arah’.
Mereka kehilangan sumber pendapatan lantaran banyak penumpang yang kini lebih memilih menggunakan angkutan online atau daring daripada angkot. Belum lagi kredit kendaran pribadi semakin mudah dan marak, membuat masyarakat semakin malas naik angkutan kota.
Ke kantor, ke sekolah, ke mal, ke rumah, masyarakat cukup pesan menggunakan gawai. Cukup menunggu di satu titik, pemesan pun dijemput. Tidak perlu berjalan ke halte atau ke tempat perhentian kendaraan umum. Banyak juga yang membeli sepeda motor pribadi, praktis.
Baca Juga:Mobil Plat Merah Ciamis Kedapatan Isi Pertalite, Netizen Langsung BereaksiMajelis Masyayikh dan Pimpinan Ponpes se-Kota Tasikmalaya Deklarasikan Dukungan pada KH Aminudin untuk Pilkada
Kondisi ini membuat para sopir angkutan kota, kelimpungan. Jangankan meraup untung, beberapa menyatakan tak bisa bayar pajak dan memperbaiki kendaraan mereka.
“Jadi bukan gak mau ngisi susuratan angkot (bayar pajak, red), memperbaiki mobil, ya gak ada (pendapatan), kurang. Mending mementingkan ini dulu urusan kebutuhan rumah tangga daripada mementingkan ini (sambil menunjuk mobil angkot). Karena ini lebih penting buat usaha, cuma lebih penting urusan rumah tangga, kebutuhan anak sekolah. Kadang terhambat kebutuhan anak juga bayar sekolah anak juga kan mahal sekarang semua, gak ada yang gratis, buku-buku sekarang mahal, semuanya mahal,” ungkap Ade (37), seorang sopir angkot di Pasar Cikurubuk, Senin 19 Agustus 2024.
Ia membandingkan nasibnya kini dengan pegiat usaha kendaraan hiburan, yakni odong-odong. Kendaraan yang tanpa penutup itu, kerap jadi primadona warga ketika hendak bertamasya atau bepergian secara kolektif.
Ade merasa kalah saing lantaran odong-odong berhasil mencuri perhatian warga sebagai transportasi yang ramah di kantong biayanya.
“Ari kana susuratan tegas nya, sementara fasilitas segala bebas, odong-odong, naon-naon ayeuna mah. Piknik-piknik biasa borongan ka angkot, teu aya ayeuna mah naek odong-odong. Cator akibat motor dibebaskan, kan cator dibarawaan muatan langsung ti pasar. Ti luhur mah teu aya perhatian, ari kana susuratan mah ketat harus kitu,” cerita Ade.
Selain dengan odong-odong, Ade juga merasa kalah saing dengan transportasi online. Ia mesti cepat menarik calon penumpang dari Cikurubuk ke Asta.