TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Jumlah kasus demam berdarah dengue (DBD) di Kota Tasikmalaya pada periode Januari-Juli 2024 menembus angka 1.239 kasus dengan empat diantaranya meninggal dunia. Terdiri dari remaja dan anak-anak.
Kendati demikian, Kepala Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, dr Uus Supangat menyatakan bahwa pihaknya tidak menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) atas fenomena itu.
“Perlu disampaikan ulang, barangkali ada salah penafsiran berkenaan dengan konteks KLB DBD. Kota Tasikmalaya secara resmi memang hari ini belum menyatakan KLB. Begitupun juga dari pemerintahan di atas kita juga, provinsi misalkan,” kata Uus saat ditemui usai rapat tertutup dengan Pj Wali Kota Tasikmalaya pada Rabu 7/8/2024.
Baca Juga:70 Sekolah Dasar di Kota Tasikmalaya Akan Dapat Komputer Baru, Ada yang Dapat 1 Hingga 12 Unit!Membaca Skenario Paslon Versus Kotak Kosong di Pilkada Kota Tasikmalaya 2024
Ia menjelaskan banyak indikator untuk menetapkan status KLB. Kenaikan angka bukanlah satu-satunya penentu. KLB ditentukan dengan memperhitungkan wilayah sebaran dan juga dampak hingga tren kurva dalam kurun waktu tertentu yang dihitung.
“Di Kota Tasikmalaya memang betul secara angka bahwa kita kenaikannya sudah sangat signifikan sekali. Untuk menghitung KLB kan salah indikatornya memperbandingkan, dalam kurun tertentu di dalam setahun berjalan. Misalnya bulan ini dengan bulan seterusnya. Bisa juga dengan tahun lalu,” terang dia.
Kendati demikian ia mengakui jumlah kasus DBD secara keseluruhan di Kota Tasikmalaya sudah sangat tinggi. Yakni di atas 1200 kasus dengan jumlah kematian mencapai empat orang.
“Tapi ada variable lain untuk mendekati KLB yang harus dihitung. Luasnya sebaran, kemudian dampaknya, kemudian juga tren kurvanya,” lanjut Uus.
Berdasarkan kurva DBD selama periode Mei-Agustus 2024, Uus yakin bahwa Kota Tasikmalaya belum bisa disebut mengalami KLB.
“Bulan Juni ada kenaikan di Juli. Dari Juli ke Agustus juga ada penurunan. Mei naik sampai Juni. Juni-Juli juga memang masih dalam fase puncak kelihatannya. Sekarang penurunannya sudah terjadi luar biasa. Ada secara signifikan. Belum bisa kita menghitung sebagai KLB,” tandasnya.
Di samping itu, Uus menegaskan status KLB atau bukan, tidak kalah penting dari penanganan yang serius dalam menangani BDB. Mulai dari edukasi, gerakan satu rumah satu jentik, hingga membentuk juru pemandu jentik (jumantik).