“Saya tahu gitu calon-calonnya ada siapa aja terutama itu kan yang gede-gede tuh balihonya yang paling saya sering tuh Ivan Dicksan dan Viman. Nah itu yang paling sering saya lihat,” ujarnya.
“Kalo saya pribadi sih cuma beberapa yang tahu dan ada juga beberapa yang lewat langsung lupa. Contohnya pak muslim dan Hj nur hayati,” timpa Martin (23), sahabatnya.
Para anak muda itu menyatakan bahwa baliho yang bertebaran di jalan masih berguna, tetapi minim manfaat.
Baca Juga:Kejutan! Isteri Vokalis Gigi Umumkan Siap Maju Pilkada Ciamis Dampingi Nanang PermanaMenanti Manuver Azies Rismaya Mahpud Jelang Masa Injury Time di Pilkada Kota Tasikmalaya!
Apalagi penempelannya yang dinilai tidak pas. Di sisi lain Bawaslu pun belum bisa menindak, lantaran wajah-wajah yang nampang itu belum ditetapkan sebagai calon secara resmi.
“Kalau untuk baliho yang tempat khusus seperti yang besar itu gapapa, kalau yang di tembok-tembok dan tiang listrik itu sangat mengurangi estetika sih,” ucap Martin.
Lain lagi dengan Wildan (22). Ia memandang banyaknya alat peraga sosialisasi yang dipasang menunjukkan para bacawalkot sudah terlalu ‘kolot’. Ia lebih senang melihat wajah mereka di media sosial ketimbang pada ruang terbuka.
“Kalau disesuaikan dengan zaman sekarang itu sangat tidak sebanding. Di mana generasi sekarang sudah berubah ke zaman teknologi yang seharusnya kampanye menggunakan sistem informasi yang memanfaatkan media sosial bukan lagi menggunakan tancapan baliho,” singkat mahasiswa Unsil itu. (Ayu Sabrina)