TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID– Dipaksakannya komplek Dadaha untuk penyelenggaraan konser music band Radja, tidak lepas dari urusan ekonomi. Termasuk pemerintah yang mengais pajak dan retribusi.
Adanya event di Dadaha secara otomatis akan berkontribusi untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun cukup disesalkan kebocoran rawan terjadi sehingga pendapatan yang masuk tidak maksimal.
Ketua LPM Kota Tasikmalaya Ijang Furqon menilai bahwa konser musik besar di Dadaha sudah jelas dipaksakan. Pasalnya secara kondisi kawasan itu tidak memungkinkan karena risiko kerusakan. “Memang terlihat dipaksakan, karena pemerintah butuh PAD,” ujarnya.
Baca Juga:Soal Kota Tasikmalaya Mengejar Penghargaan Adipura, Boleh Optimis Tapi Harus RealistisTerlalu Dipaksa, Dadaha Dinilai Sudah Tidak Layak Untuk Konser Musik Besar Termasuk Band Radja
Menurutnya, potensi PAD dari penyelenggaraan event konser di Dadaha cukup besar sehingga pemerintah memaksakan untuk membiarkan sarana yang ada digunakan. Karena tidak sebatas menyewa tempat sebagai venue untuk konser. “Jangan salah, peluang PAD di event itu sangat besar kalau pemerintah serius mengelolanya,” ucapnya.
Dalam urusan sewa tempat, retribusi yang masuk tidak akan cukup untuk satu hari saja. Dari mulai persiapan loading sampai lokasi steril membutuhkan waktu lebih dari satu hari. “Otomatis sewa tempatnya dua atau tiga hari bahkan bisa lebih,” terangnya.
Di samping pajak hiburan yang perhitungannya menyesuaikan tiket, pajak reklame pun jadi salah satu potensi. Karena penyelenggara dan sponsor tentu akan punya kepentingan promosi. “Meskipun besarnya di pajak hiburan, tapi pajak reklame juga jadi potensi pendapatan,” kata Ijang
Tidak kalah pentung, potensi PAD dari parkir pun sangat potensial dalam event konser. Jika dari target 5.000 penonton, katakanlah 2.500 bawa sepeda motor hasilnya bisa puluhan juta. “Biasanya di event seperti itu parkir motor bisa Rp 5 ribu, belum lagi ada yang bawa mobil, perkiraan saya dari parkir itu bisa sampai Rp 15 juta atau Rp 20 juta,” ucapnya.
Kendati demikian, pemerintah kerap tidak serius dalam menggarap potensi PAD ini. Sehingga pada akhirnya kerawanan kebocoran ada yang memanfaatkan dan PAD yang masuk dari pajak dan retribusi tidak maksimal. “Kan sayang, sudah dipaksakan tapi hasil PAD-nya tidak maksimal,” imbuhnya.