Membaca peta politik Kota Tasik dengan parameter segmentasi komposisi kekuatan partai dipadukan dengan power elektoral kandidat, nampak Golkar dan PAN memiliki corak potensi energi kandidat lebih kompetitif, jika pasangan H Muhammad Yusuf dan H Aminudin mewujud dalam paket pasangan.
Koalisi Partai Golkar dan PAN relatif terjembatani dengan figur H Aminudin yang pernah menjadi caleg DPR RI dari PAN tahun 2014 dapil Ciamis. H Aminudin menjadi faktor vitalitas pasangan H Yusuf sehingga terbentuk perpaduan figur kekuatan struktural politik dan ketokohan kultural.
Adapun poros koalisi PPP – Demokrat atau PKS belum memiliki perpaduan chemistry yang “ajeug” baik dari sisi kekuatan koalisi partai maupun bakal figur pasangan pendamping H Ivan Dicksan yaitu H Azis Rismaya Mahfud atau H Dede Muharam.
Baca Juga:SK PAN Diprediksi Mendekat ke Murjani Jelang Pendaftaran Pilkada Kota Tasikmalaya 2024!Gansa Persada MAN 1 Tasikmalaya Raih Juara 1 di Hari Bhakti Adhyaksa Ke-64
Karena masing-masing partai politik pengusung H Ivan Dicksan sudah memberi ultimatum ‘patok ancaman’ jika tidak disanding-paketkan akan “hengkang”, nyata jelas potensi pecah kongsi dalam tubuh koalisi PPP-Demokrat atau PKS diprediksi akan terjadi.
Belum lagi hadirnya sosok srikandi politik PPP Hj Nurhayati menambah sengit dinamika politik internal PPP. Alih-alih menyolidkan kekuatan lapisan pendukung, untuk mengharmoniskan partai pengusung Ivan Dicksan saja masih menjadi pekerjaan yang merumitkan.
Dalam kontestasi Pilkada Kota Tasik, PKB dan PDI-P yang biasanya selalu mengambil peran strategis dalam membangun koalisi, namun kali ini seperti memakai jurus “wait and see” mengincar posisi untuk menempatkan bargaining kandidat wali kota H Yanto Oce yang dipasarkan PKB, begitu juga dengan PDI-P yang total mengusung Ketua DPC nya sendiri sebagai kandidat.
Kristalisasi paket pasangan kandidat dalam pilkada Kota Tasik mengalami pasang surut dan tak kunjung matang, padahal waktu pendaftaran tinggal beberapa pekan. Kondisi kemandegan arus koalisi ini disebabkan 2 faktor. Pertama, power authority kandidat wali kota belum mampu menjadi perekat kemajemukan koalisi. Kedua, ego ambisi partai politik sangat dominan untuk memaksakan calon pendamping.
Publik Kota Tasik “tanpa berkedip” terus menyaksikan para politikus yang tengah melakukan “rukyat politik” sebelum akhirnya digelar “Sidang Isbat” koalisi sebagai keputusan kunci penentu, siapa yang akan melenggang menuju “Pintu KPU”. (*)