TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Hiruk pikuk transaksi jual beli di Pasar Rel yang berlokasi di Aspar Babakan Selakaso Kelurahan Cilembang tak pernah sepi.
Beceknya air yang menggenang pada jalan berlubang di dalam area pasar menyatu dengan sampah pasar dan mengeluarkan aroma tidak sedap.
Pejalan kaki di sana juga seringkali harus berbagi jalan dengan pemotor yang menyusuri lorong pasar itu.
Baca Juga:Ditunjuk Jadi Ketua Kelompok Relawan Ridwan Kamil di Tasikmalaya. Ihsan B Nadirin: Gasssskeunn!Peran KPU dan Bawaslu Nyaris Tak Terdengar di Pilkada Kota Tasikmalaya 2024, Padahal Anggarannya Gemuk!
Selain berlubang dan becek, jalan di Pasar Rel yang lurus itu juga sempit. Sehingga tidak jarang pejalan kaki harus mengalah sedikit ketika ada motor melintas.
Kondisi itu ternyata telah membuat warga sekitar jengah. Mereka mengeluh lantaran para pedagang di Pasar Rel berperilaku seperti sudah jadi pemilik lapak permanen.
Tokoh masyarakat Aspar, Tatang Koswara, mengutarakan para pedagang itu dulunya berjualan di lahan yang kini telah dijadikan mal.
Namun semenjak mal berdiri mereka kemudian bergeser ke area yang kini jadi Pasar Rel. Kondisi itu terus berlarut dan para pedagang pun terkesan memiliki lapak di sana secara permanen.
“Terus terang saja, semakin hari kami warga di sini semakin resah dan tidak nyaman. Risih karena di sana kerap becek, kumuh juga menghalangi akses masyarakat setempat,” ucapnya, Jumat 19 Juli 2024.
Ketua RW 02 Babakan Slakaso tersebut, berharap pemerintah baik itu eksekutif mau pun legislatif mulai melek.
Mengecek ke lokasi pasar yang jaraknya hanya 300 meteran dari Jalan HZ Mustofa. Warga sudah berulang kali menyampaikan keluhan, namun tak kunjung ada kejelasan.
Baca Juga:Ivan Dicksan Mampu Ciptakan Partisipasi Publik, Sehari 5-7 Titik Didatangi untuk Penuhi Undangan Warga!Viman Alfarizi dan Politik Sedekah: Gabungkan Kekuatan Kawan, Lawan dan yang Abu-Abu untuk Memenangkan Pilkada
“Sudah sering kita sampaikan ke pemerintah, ke dewan, tapi jangankan diberi solusi, datang ke sini pun tidak pernah,” ungkap pria yang akrab disapa Dudang tersebut.
Awalnya, kata dia, lapak para pedagang di sana tidak permanen. Selepas berjualan, areal dibersihkan kembali dan warga setempat bisa kembali beraktivitas menggunakan jalan yang juga ruang publik tersebut.
“Kesini-kesini pakai asbes, pakai tiang. Akhirnya permanen. Mungkin ini, ada kesalahan dari para orangtua kami dahulu merestui mereka melapak di wilayah ini, namun generasi sekarang semakin keberatan dan risih apalagi kerap gangguan sosial, kehilangan, dan tentu mengganggu aksesibilitas warga setempat,” keluhnya.