“Supados PAD-na ningkat kotana resik deui. Aya keneh di dieu anu sanggem ngangken Tasik Kota Resik? Punten mung sakadar ngiring ulubiung ti pribados pituin Tasik alias Patas (Perantau Asal Tasik),” tanyanya ke anggota WAG Forsil.
“Ya PAD cuma sekitar 300-an M. Dana transfer 1,2T. Ekonomi kewargaan harus jadi tumpuan income,” sarannya.
Kemudian Kang Iip.mencontohkan sungai Cimulu yang ada di kawasan Kota Tasik.
Baca Juga:Menyongsong Coretax, Kepala KPP Pratama Tasikmalaya: Jadikan Hari Pajak sebagai Momentum untuk Terus BerbenahKPP Pratama Tasikmalaya Gelar Pajak Bertilawah hingga Donor Darah
“Cimulu bisa jadi kolam ikan. Kalau sudah begitu orang gak akan buang sampah ke sungai lagi,” yakinnya.
Kemudian Kang Iip menyoroti pusat kota. Kali ini terkait kawasan pedestrian yang pernah viral awal diresmikan.
“Pedestrian Cihideung HZ harus ketat sebagai ruang terbuka warga/keluarga. Harus ramah anak, orang tua, ramah lingkungan, resik dan jangan ada tempat sampah. Jangan ada pedagang kecuali produk kreatif. Seni lukis, bordir, kelom, payung tasik , musik dan tari,” tandasnya.
Pedestrian Cihideung dna HZ Musthofa yang kini kembali kumuh, juga disentilnya.
“Kenapa Cihideung kumuh lagi, selain karena PKL juga karena adanya tempat sampah. Setiap ada tempat sampah pasti orang nyampah. Tempat sampahnya kecil pasti membludak,” ujar pengusaha sukses ini.
“Jangan ada tempat sampah! Lihatlah ke Orchard road di Singapura tidak ada tempat sampah. Biasakan warga untuk mengantongi sampahnya sendiri seperti orang Jepang,” sarannya.
“Di saku celana orang Jepang atau di kantong kecil yang dibawanya akan selalu ada sampah bungkus makanan atau sisa makanan,” tambah lelaki berpenampilan kalem jebolan Fakultas Hukum Unpad ini.
Mungkinkah pembangunan di Kota Tasikmalaya tanpa APBD pemerintah?
Baca Juga:Lahan Parkir Swasta di Pantai Pangandaran Harus Tempuh Izin, Bupati Jeje Wiradinata Tahu Ada PungliTJSL PLN Peduli, Mengangkat UMKM Menuju Kemandirian Ekonomi
Kang Iip memberikan contoh sebuah video kampung di Malang. Namanya Kampung Warna-Warni yang beberaoa tahun lalu viral itu.
“Mengapa kampung warna warni ini makin maju pesat? Karena kesadaran warganya untuk terus memacu kreatifitas. Kenapa terpacu? Karena kampung warna warni dibangun warga secara swadaya bukan mengandalkan apbd,” tandas Kang Iip.
“Artinya duit patungan warga plus sumbangan dari diaspora/perantau asal Malang yang sudah kaya. Jadi ada rasa memiliki yang tinggi dari warganya. Ini pekerjaan murah meriah dan menghasilkan wah!” sambung diaspora Tasikmalaya asal Kawalu.