Oleh: Asep M Tamam (Wakil Rektor UNIK Cipasung)
ULAMA atau kiai adalah lilin kehidupan. Dalam batas tertentu, seorang ulama bahkan menjadi simbol yang memancarkan cahaya keilmuan, patron kesalehan, dan ikon keteladanan. Ketika lepas dari tiga faktor itu; keilmuan, kesalehan, dan keteladanan, maka cahaya lilin itu akan meredup.
Orang Arab mengibaratkan ulama sebagai “garam yang bisa mengawetkan daging”. Agar daging bisa tetap baik dan bertahan lama harus ditaburi garam. Masalahnya, man yushlihu al-milha idzâ al-milhu fasada, siapa yang bisa memperbaiki garam jika garam itu rusak? Siapa yang bisa memperbaiki umat jika ulamanya bermasalah?
Ulama dan politik tidak bisa dipisahkan. Dalam ranah tertentu, profanasi bisa dikawinkan dengan sakralitas. Dalam perjalanan panjang sejarah politik Islam, dunia keulamaan telah mencatat kisah gemilang tentang nilai-nilai luhur keilmuan, kesalehan, dan keteladanan yang diperagakan para ulama. Dimulai dari sejarah Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam yang selain menjadi imam umat Islam, juga menjadi politisi sebagai kepala negara. Pancaran keilmuan, kesalehan, dan keteladanan beliau dalam wacana kepemimpinan menjadi referensi bagi para khalifah setelahnya. Selanjutnya, Syaikh Abdul Aziz al-Badri mencatat perjalanan panjang para ulama dalam sejarah politik Islam dalam bukunya al-Islâm baina al-‘Ulamâ wa al-Hukkâm (Islam di antara Ulama dan Kepemimpinan). Di buku itu dibahas tuntas sejarah para ulama yang memilih terjun langsung ke gelanggang politik dengan alasan dan hujjah mereka, juga para ulama yang memilih tidak berpolitik lengkap dengan argumentasinya. Tentang bagaimana peran ulama dalam politik, Dr. Isytiyaq Husain Quraisyi juga menulis buku ‘Ulamâ fî ‘Ālam al-Siyâsah (ulama dalam dunia politik).
Baca Juga:Asep Goparullah dan Kursi Paling Empuk!Penunjukkan Plh Sekda Tak Perlu Tunggu Pj Wali Kota Pulang Ibadah Haji
Konteks Indonesia
Dalam sejarah Indonesia dari sebelum masa penjajahan, di masa penjajahan, di era kemerdekaan, di masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan, bahkan hingga kini, di era mengisi kemerdekaan, keterlibatan para ulama tak pernah dinafikan. Bukan sekadar penghias sejarah, para ulama adalah pelaku sejarah yang menentukan. Peran itu akan memanjang hingga kini dan hari nanti.