RADARTASIK.ID – Angka 250 juta ini kisah kepanikan seorang sebut saja sultan di sebuah wilayah pesisir.
Panik itu efektif membuat orang pintar jadi lupa kepintarannya. Pun ampuh menjadikan seorang penguasa lupa powernya.
Angka Rp 250 juta ini ditawarkan kepada sultan yang panik oleh sebuah cerita.
Kepanikannya terdeteksi cermat segelintir orang. Munculah penawaran menutup cerita itu.
Baca Juga:Prediksi Jerman vs Hungaria di Euro 2024: Die Mannschaft Incar Tiket Babak Gugur Lebih AwalPrediksi Kroasia vs Albania di Euro 2024: Siapa yang Akan Bangkit di Hamburg?
Ada kerja ada biaya. Keluar angka Rp 300 juta untuk menyelesaikannya. Adu tawar terjadi. Sepakat di angka Rp 250 juta.
Zaman sekarang uang susah didapat. Entah berhimpun di mana uang itu. Sampai daya beli menurun hebat.
Pelaku usaha banyak melongo. Sebab makin sepi pembeli produk jualannya.
Pun sang sultan yang panik. Harus kencang perintah anak buah cari uang untuk bayar jasa itu.
Agar cerita tidak terus dituturkan. Sampai akhirnya gedor sana-sini untuk mendapatkan membayar ongkos jasa.
Dapat setengah harga, Rp 150 juta. Sisanya nanti kalau kerjaan beres tuntas.
Belum hilang lelah dari susahnya mencari ongkos jasa, sultan terhenyak.
Eeh, ternyata cerita itu dituturkan lagi. Sang sultan uring-uringan. Menggugat kinerja orang-orangnya. Yang eksekusi harga ongkos jasa.
Sultan protes, kok uang Rp 150 juta yang sudah diberikan tidak berefek. Cerita masih dituturkan. Malah semakin membesar dan menghujam narasinya kisahnya.
Baca Juga:Gol Spektakuler Bintang Muda Real Madrid Bantu Turki Taklukkan Georgia, Nyaman di Puncak Grup F Euro 2024Hari Ini, Bawaslu Kota Banjar Umumkan Hasil Verifikasi Laporan Sengketa dari Pasangan Akhmad Dimyati-Alam
Penyedia jasa pun ikut panik. Berkelit semampunya. Walau akhirnya ketahuan uang Rp 150 juta tidak sampai ke sumber yang bertutur tentang cerita itu.
Kegaduhan sultan dan orang-orangnya sampai ke penutur cerita. Tentu ini menjadi energi baru. Makin memperbanyak amunisi untuk memperpanjang lakon cerita.
Sampai akhirnya sultan tidak tahan lagi. Saat tahu uang Rp 150 juta tidak digunakan untuk menyudahi cerita.
Penyedia jasa pun berkelit. Beralasan ini dan itu. Malah akhirnya mulai menyalahkan rekannya.
Masalah Rp 150 juta ini merembet kemana-mana. Termasuk membuat menggigil seorang aktivis masalah anak.
Sang aktivis merasa diperalat. Tidak tahu menahu tentang uang Rp 150 juta. Hanya dapat cipratan Rp 2,5 juta dana makan-makan.
Ya, mungkin, hitung-hitung upah ngantar sang penyedia jasa ke lokasi pusat cerita. Tidak tahu, pengakuannya, akan ada kerumitan begini.