TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Tren angka kemiskinan di Kota Tasikmalaya secara umum mengalami penurunan. Dari sebelumnya 12,72 persen menjadi 11,53 persen.
Informasi ini sudah diumbar kemana-mana oleh Pemerintah Kota Tasikmalaya sebagai daerah tertinggi penurunan angka kemiskinannya di Jawa Barat.
Meski demikian, jurang antara yang kaya dan miskin semakin melebar akibat pemulihan laju konsumsi yang timpang pasca pandemi.
Kesenjangan tidak bisa diatasi hanya dengan mengandalkan bantuan sosial.
Baca Juga:Sepahamnya PKS-PKB dan Bayang-Bayang Isu Pengusungan Kandidat di Luar Koalisi!Warga Kota Tasik Minta Kandidat di Pilkada 2024 Ikut Mikirin Geng Motor!!
Aktivis sosial dari Pager Asik, Hilmi Maulana Drajat menuturkan bahwa julukan ‘tempat terpencil’ masih ditemukan di Kota Tasikmalaya.
“Kita survei ke lapangan ada beberapa lokasi yang disinyalir terpencil. Belum pernah makan fried chicken,” kata Hilmi kepada Radar, Sabtu, 6 April 2024.
“Lokasinya memang jauh dari kota. Untuk aksesnya juga agak susah. Makannya mereka belum pernah menemukan yang seperti itu,” imbuhnya.
Hal itu menurutnya kontraproduktif antara kemiskinan yang menurun dengan realita yang ditemukannya di lapangan.
Selain itu, berdasarkan data yang diunggah Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Tasikmalaya naik menjadi 75,47 dari tahun sebelumnya 73,83.
Satu daerah yang jadi titik pantauan Hilmi adalah Kecamatan Tamansari.
Sebelumnya dalam program membagikan 2500 paket Iftar ke pelosok Kota Tasikmalaya, daerah sekitar Tamansari jadi paling banyak dibidik oleh relawan Pager Asik.
“Kami juga tahun lalu menemukan masih ada lokasi yang belum ada listrik. Sekarang aman sih tetapi tetap ketimpangan itu masih terasa oleh mereka,” ungkapnya.
Baca Juga:Innalillahi Wainnailaihi Rojiun, Pimpinan Yayasan Setara Tasikmalaya Bayhaki Umar WafatSenyap-Senyap Yanto Oce, Berburu Boarding Pass di Pilkada 2024!
Bahkan menurutnya, pekerjaan yang tidak mampu membuat warga bertahan hidup itu, sudah dilakukan bertahun-tahun.
Sehingga ketimpangan tampak nyata, dengan kondisi orang-orang di pusat Kota Tasikmalaya.
“Saya juga kaget kok ada kampung pemulung di Kota Tasikmalaya ini. Mayoritas semua pemulung ada di Ciangir,” tandasnya.
Hal serupa juga disinggung oleh dosen yang berfokus pada bidang Demokrasi dan Masyarakat Sipil, Fisip Universitas Siliwangi, Randi Muchariman MA.
Ia menyebut identitas “kota” setelah pemekaran wilayah Tasikmalaya hanya ada beberapa titik.
“Yang disebut kota sebenarnya hanya tiga lokasi. Yakni Cihideung, Tawang, dan Cipedes. Sedangkan yang pinggiran itu adalah Indihiang, Bungursari, Kawalu, Cibeureum, hingga Tamansari,” kata Randi kepada Radar pertengahan Februari lalu.