TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Pilkada menjadi topik hangat di berbagai kalangan, setelah prosesi pileg dan pilpres rampung. Namun, ada kebiasaan pejabat atau perangkat negara yang mestinya netral menjadi sulit dibedakan masyarakat lantaran bersikap politis.
Pipin hidayat, Sekretaris Poros Sahabat Nusantara (Posnu) Kota Tasikmalaya berpendapat euforia pesta demokrasi tak boleh sampai menyesatkan masyarakat. Sehingga salah menilai bahwa pejabat negara atau ASN sama dengan politisi. Juga membuat lupa akan pentingnya netralitas dan pendidikan politik bagi publik.
“Pejabat Politik dan pejabat pubilik tentu ada bedanya. Pejabat politik adalah sesorang yang mempunyai jabatan eksekutif dan legislatif yang di pilih langsung masyarakat, sedangkan pejabat publik adalah seorang yang mempunyai jabatan eksekutif, legislatif dan yudikatif baik di pilih langsung oleh masyarakat atau penunjukan langsung dari pejabat diatasnya,” kata Pipin kepada Radar, Jumat, 5 April 2024.
Baca Juga:Ramadhan Vibes 2024 Jilid 3 Meriahkan Penutupan Pesantren Ramadan di Desa Cikunten Singaparna60 Awak Bus di Kota Tasikmalaya Dites Urine
Menurutnya ada tradisi politik yang harus diingatkan kepada pejabat pemerintah. Dimana, ketika pejabat mau ikut berkontestasi dalam panggung pilkada, baiknya mengundurkan diri dari jabatan yang diduduki.
“Sebab, tidak etis rasanya kalau masih punya jabatan dia aktif dan bergriliya menciptakan propaganda lewat relawan dan pejabat dibawahnya melakukan kampanye politik,” kata mantan aktivis mahasiswa itu.
Kedepannya, lanjut dia, pemandangan tersebut akan menghilangkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Ketika perilaku pejabat tidak mementingkan netralitas dan pendidikan politik. Ada lebih dari 300 ribu generasi milenial dan Generasi Z yang sepatunya di berikan pendidikan politik oleh para pemimpin yang ada.
“Jangan sampai generasi kedepan di pertontonkan dengan drama dan panggugung politik yang menghalalkan segala cara demi hasrat kekuasaan,” kecamnya.(Firgiawan)