Menurut dia, alasan tidak diberi pupuk bersubsidi saat mencoba membelinya menggunakan KTP lantaran kuotanya tidak ada.
Selama beberapa musim ini, Iyom mengaku selalu membeli pupuk nonsubsidi lantaran kartu tani miliknya tidak bisa digunakan.
Selain itu, stok pupuk yang di kios yang ditunjuk juga kerap kali tidak tersedia. Sementara itu, untuk membeli pupuk subsidi ke kios lain juga tidak bisa.
Baca Juga:KipasKipas, Media Sosial Karya Anak Bangsa Diluncurkan, Ada Fitur DM Eksklusif dengan Public FigureRuntuh Bak Mainan, Jembatan Francis Scott Key di Amerika Serikat Ditabrak Kapal Kargo, 6 Orang Masih Hilang
”Gak boleh ke tempat lain. Ke Rajapolah juga gak dikasih. Khusus harus ke kios yang udah ditunjuk. Bukan bagiannya katanya. Gak boleh. Gak boleh ngacak katanya. Kan pernah di sini gak ada. Terus nyoba ke Rajapolah. Gak dikasih,” ujarnya.
Karena harus memberi pupuk pada tanaman padi yang ditanamnya, akhirnya dia terpaksa membeli pupuk nonsubsidi yang harganya jauh lebih mahal dibanding pupuk bersubsidi.
Sementara itu, terkait penggunaan pupuk organik Iyom mengaku perkembangan tanaman padinya tidak secepat saat menggunakan pupuk kimia. Sehingga ia memilih untuk tidak menggunakan pupuk organik.
”Susah berkembang. Gak kayak pakai urea seminggu juga udah keliatan perkembangannya. Kalau pakai yang kayak gitu mah lama jangkanya,” tuturnya.
Ia berharap ke depannya petani tidak kesulitan lagi dalam mendapatkan pupuk yang murah. (*)