Ramli, pemandu diskusi, mengartikan bahwa masyarakat tak ubahnya seperti pasar yang menjadi target penjualan, dan hak suara bisa dianalogikan sebagai komoditas yang bernilai tinggi saat pelaksanaan pemilihan umum.
“Peristiwa itu menjadi tanda bahwa seni dalam berpolitik yang dilakukan oleh elite tidak sepenuhnya dipahami oleh pendukung di lapisan akar rumput. Fanatisme pendukung akar rumput begitu kuat karena sudah telanjur larut dalam narasi dan isu-isu yang ’dimainkan’ oleh jagoan yang didukung,” jelasnya.
“Saya kira kegiatan ini sangat positif dan ruang-ruang diskusi begini yang harus ditumbuh kembangkan. Agar semua masyarakat terutama kaum millenial dan GenZ bisa melek terhadap politik,” jelas Asep.
Baca Juga:Ditanya Calon Bupati Ciamis 2024, Pengamat Sebut Deretan Nama Ini Layak MajuHari Lahan Basah Sedunia Diperingati Setiap 2 Februari, Tahukah Kamu Siapa yang Menetapkannya?
Asep berharap pendidikan politik yang dikemas dalma bentuk diskusi terbuka itu, akan berlangsung terus.
“Saya harap ini bisa terus dilakukan, dan kami di KPU Kota Tasikmalaya jadi bagian dari kegiatan ini. Memang yang seperti ini yang harus dibudayakan dan diteruskan agar bangsa kita bisa jadi lebih baik berawal dari diskusi-diskusi,” pungkasnya. (Ayu Sabrina B)
Baca berita dan artikel lainnya di google news