TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID– Munculnya video viral pernikahan pria dengan 2 perempuan sekaligus dinilai pemahaman yang salah kaprah dalam pelaksanaan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Program tersebut merupakan bekal masa depan siswa sehingga tema yang diambil idealnya harus dipahami secara komprehensif.
Akademisi sekaligus Wakil Rektor Institut Agama Islam Tasikmalaya IAI Tasikmalaya Dr Ajang Ramdani MPd menilai program P5 dari kurikulum merdeka memiliki tujuan yang baik. Di mana program tersebut bisa membangun siswa yang punya kemampuan dalam mempersiapkan bekal di masa depan. “Sebagai anak bangsa yang lebih baik berlandaskan pancasila,” ungkapnya kepada Radar, Minggu (14/1/2024).
Dalam penerapannya, menurutnya para guru pun bisa memahami bahwa program tersebut menjadi salah satu metode pembelajaran. Di mana para siswa bisa belajar secara mandiri dengan berkreasi mengembangkan bakat yang dimiliki. “Tapi di sana guru tetap mendampingi,” ujarnya.
Baca Juga:Pengisian Kekosongan Jabatan di Pemkot Tasikmalaya Kok Hanya 21 Pegawai? Bikin Curiga!Marak Fenomena Knalpot Bising, Pandangan Pecinta Otomotif Seperti Ini
Maka dari itu sebagai pendamping tentunya bisa meluruskan ketika proyek yang dijalankan bisa memicu masalah. Karena analoginya, praktik tersebut bisa dilanjutkan oleh para siswa setelah mereka hidup bermasyarakat.
Dari yang dia pelajari, program P5 dalam kurikulum merdeka Kemendikbud memberikan 9 tema untuk pelaksanaannya. Dari mulai gaya hidup berkelanjutan, kearifan lokal, bhineka tunggal ika, bangunlah jiwa dan raganya, suara demokrasi, Berekayasa dan Berteknologi untuk Membangun NKRI, kewirausahaan, kebekerjaan dan budaya kerja. “Ada 9 tema yang direkomendasikan Kemendikbud,” ujarnya.
Dari 9 tema itu, tema kebekerjaan dan kewirausahaan merupakan hal wajib untuk diterapkan SMK atau SMA. Menurutnya hal itu sangat cocok mengingat saat ini angka pengangguran cukup tinggi termasuk di Kota Tasikmalaya. “Biar siswa paham tentang ekonomi, bagaimana kewirausahaan atau etos kerja,” tuturnya.
Program yang dilaksanakan di SMK DPI beberapa waktu lalu, di mana dilaksanakan pernikahan pria dengan dua perempuan sekaligus tentunya cukup rancu. Meskipun ada sisi kewirausahaan dan kebekerjaan, yang paling menonjol dan melekat pada siswa tetap praktik pernikahan. “Mungkin bisa melatih jadi WO (Wedding Organiser), tapi menurut saya pribadi kurang pas,” ucapnya.