“Itu tinggal strategi caleg perempuan dan parpol dalam meyakinkan pemilih bahwa mereka sama kompetennya dengan laki-laki. Miris sih,” tandasnya.
Hal itu juga tampak dalam pengetahuan publik soal adanya presentasi keterwakilan perempuan di parlemen.
Seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, kuota minimal keterwakilan perempuan sebesar 30 persen.
Baca Juga:Pj Wali Kota Tasikmalaya Kenalkan Prinsip Agile Organization ke OPDKPU Kota Tasikmalaya Terima Mobil Pikap dari Pemkot untuk Dukung Kelancaran Pemilu
Apabila terwujud pada 2024, jumlahnya bakal melebihi keterwakilan perempuan di Pemilu 2019 dengan 20,5 persen dan 13,3 persen di Pemilu 2014.
Sembilan responden mengatakan belum mengetahui adanya regulasi tersebut. Beberapa menuliskan jelang Pemilu 2024 ini pun, belum menerima edukasi tentang undang-undang tersebut.
“Dari KPU atau bahkan partai saya gak dikasih tahu itu. Biasanya hanya membagikan kaos dan stiker saja, paling sama sembako atau uang duduk,” kata seorang responden berinisial HN.
Tidak hanya itu, KDRT yang tembus 12 kasus di Kota Tasikmalaya juga diukur sebagai satu persoalan yang kurang diadvokasi oleh DPRD Kota Tasikmalaya secara hukum maupun edukasi kepada keluarga.
Sebab itu lah kehadiran caleg perempuan juga dinilai tidak memberikan dampak apa-apa terhadap penanganan persoalan yang berkaitan dengan perempuan. (Ayu Sabrina B)
Baca berita dan artikel lainnya di google news