“Harusnya itu kalau sudah matang pasti diperhitungkan, sawah kan tidak selamanya kering. Alangkah bagusnya kalau dibuat saung-saung di atas sawah itu, karena ada kebiasaan tetua kita yang petani itu juga mengadakan “botram” di atas saung sawah. Kalau seperti itu, tidak akan mengganggu produksi tani,” kata Acong menambahkan.
Tak Layak Dilanjutkan
Terpisah, budayawan Tasikmalaya, Tatang Pahat juga angkat bicara soal adopsi ide Katasik yang dinilai kurang kajian secara komprehensif. Menurutnya progaram ini terlalu tergesa-gesa dijalankan sehingga tak memberikan hasil sesuai ekspektasi masyarakat.
“Karena memang itu hanya emosional gitu, melihat di orang lain itu seperti itu dibawa ke Tasik. Padahal, ketika membawa program dari luar dibawa ke Tasik itu harus diriset dulu masyarakatnya, cocok apa enggak,” ujar Tatang.
Baca Juga:Kinerja Dinas Penghasil PAD Akan Dievaluasi, Sekda Kota Tasikmalaya: Agak RepotRibuan Saksi Akan Kawal Suara Golkar di Kota Tasikmalaya
Tatang menilai, lorong wisata Katasik yang ada di Kampung Situ Beet terkesan hanya pesanan saja. Seperti kurangnya meneliti potensi daerah tersebut, yang bisa membangkitkan pergerakan ekonomi di sana.
“Konon katanya ada anyaman, mana anyamannya di Situ Beet ada gak? Idealnya seperti itu. Kalau buat lorong katasik itu yang jelas saja. Misalkan di Centra Bordir, misalkan satu kampung centra bordir dibikin lorong wisata di situ ada wisatanya,” kata dia.
“Dan misal di Purbaratu, view-nya yang bagus, terus ada mendong, nah itu kan bisa dijadikan wisata agro bisnis misalkan. Tidak ada lorong wisata pun tempat-tempat itu akan dikunjungi, apalagi kalau memang di situ ada nilai magnetnya secara visual,” lanjutnya.
Tatang menyatakan bahwa, jika Pemerintah Kota Tasikmalaya tak kunjung punya rencana yang matang soal Katasik, lebih baik tidak dilanjutkan.
“Kalau menurut saya tidak layak dilanjutkan, jangankan dilanjutkan, yang ada juga jadi hancur, karena tidak adanya konsep,” ucap Tatang.
“Kalau mau bikin lorong wisata udah aja, satu lokus satu tempat digarap sedemikian rupa dari manajerialnya segala macamnya. Jadi uang yang buat lorong-lorong wisata itu disatu fokuskan, misal di Dadaha atau di mana, fokus di situ, itu menurut saya,” tandasnya.