TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Ketua Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Kopti) Tasikmalaya Agus Munajat mengungkap biangkerok mahal dan langkanya kedelai belakangan ini.
Yakni adanya hambatan pada jalur distribusi dari pelabuhan ke daerah.
Hambatan ini disebabkan impor kedelai berbarengan dengan kedatangan pernak-pernik Natal dan tahun baru (Nataru) di pelabuhan.
Pada praktiknya, distribusi pernak-pernik natal dan tahun baru seperti terompet dan lainnya didahulukan. Padahal kedelai yang diimpor dari luar negeri juga telah tiba di tanah air.
Baca Juga:Golkar Gelar Karpet Merah untuk Herdiat di Pilkada Ciamis 2024Menjajal Track Off-road Lapang Golf Lanud Wiriadinata: Mobil Pj Wali Kota Tasikmalaya Terjebak Lumpur
“Importir stok nasional berkurang, dari pengirim pelabuhannya kebutuhan kedelai udah nyampe di Indonesia, tetapi pernak pernik Natal dan tahun baru didahulukan. Karena kalau melebih tanggal 25 atau 21 (Desember) bahkan, ya momentum Nataru-nya terlewat,” kata Agus kepada Radar, Jumat (29/12/2023).
Akibat keterlambatan distribusi itu kenaikan harga tidak bisa dihindari. Agus menerangkan bahwa fakta ini harus diketahui khayalak termasuk pemerintah daerah. Sebab tahu tempe merupakan lauk pauk yang menjadi pilihan warga.
“Kenaikan (harga kedelai) itu sebenarnya relatif. Tidak begitu besar. Masih dibilang stabil. Sekarang sudah di Rp12.300 (per kilo), enggak nyampe Rp 14.000. Bulan kemarin sempat turun hampir Rp 11.000 (per kilo),” paparnya.
Sebagai respon atau terhambatnya distribusi itu, Agus mengatakan para perajin telah mengurangi produksi harian tahu dan tempe hingga 20 persen dari biasanya.
Pengurangan jumlah produksi itu dilakukan sejak sepekan terakhir.
“Per hari biasanya produksi ada yang 1 kwintal, ada yang cuma 20 kilogram,” jelasnya.
“Biasa (dapat pasokan) 5 ton sampai 6 ton (kedelai), sekarang cuma jual cuman 4 ton. Dampak distribusi kedelainya dari importir kurang lancar sih,” kata Agus menambahkan.
Agus menaksir kelangkaan dan kenaikan harga bahan baku tempe dan tahu itu akan melandai pada awal tahun 2024. Kendati demikian, ia berharap pemerintah daerah bisa mengamati dengan jeli jika fenomena ini terus berlanjut.