Ia kemudian mencontohkan ketika dalam perbaikan jalan membutuhkan 1000 ton aspal, dengan ketebalan 5 sentimeter (cm).
Bisa saja di lapangan naik dan turun. Tidak semua sama ketebalannya ada yang 4,8 cm, 4,9 cm, 7 cm, dan lainnya. Ketika dihitung rata-rata nilainya ini 4,8 cm yang dibayarkan.
“Kita pun dalam pengecekan hasil mitra pun random sesuai dengan BPK RI. Sebab ketika menggunakan pemasangan patok stationing (STA) pemborong dapat curang dengan menyiapkan sesuai dengan kontrak,” terangnya.
Baca Juga:Rp 131 Juta Pajak Reklame di Kota Tasikmalaya Tak Dipungut, SKPD Akui Belum Melakukan InventarisasiIvan Dicksan Jadi Pusat Perhatian di Bazaar Murah Dadaha
Oleh karenanya, menurut dia, LHP BPK tersebut tidak serta merta bisa diartikan bahwa pemborong atau penyedia jasa tidak menerapkan sesuai standar. Akan tetapi sudah menyediakan kebutuhan dengan perhitungan 1000 ton aspal.
Tetapi hasil sampel pemeriksaan yang disajikan BPK RI dihitungnya berbeda, bisa mencapai hanya 900 ton dan sedang evaluasi dari DPUPRP 980 ton aspal.
“Makanya BPK RI menghitungnya ada kelebihan 80 ton yang harus dikembalikan. Sehingga setiap tahunnya ada selisih,” ujarnya. (fatkhur Rizqi)
Baca berita dan artikel lainnya di google news