âDulu yang nungguin toko ada empat orang, terus jadi dua orang. Tapi sekarang ya sama saya,â ungkap Epi Riswana.
Situasi seperti itu dirasakannya sejak Pandemi Covid-19. Kendati demikian, saat itu dihitungnya tak begitu merugi seperti saat ini.
âDari covid sudah kerasa, tapi masih berjalan. Pegawai juga masih ada, dan masih produksi,â ujarnya.
Baca Juga:Peringati Hari HAM Sedunia ke-75, Kota Tasikmalaya Raih Peringkat 4 Nasional Penghargaan Kota Peduli HAMJumlah Caleg Stres Pada Pemilu 2024 Diprediksi Akan Menurun
âPosisi seperti ini, kalau dapat suntikan dana dari pemerintah pun tapi tidak ada pertukaran uangnya, ya susah juga,â tambah Epi.
Usaha yang sudah dirintis keluarga sejak 1986 itu, kini tak pernah produksi lagi. Ia mengaku dikalahkan oleh produk-produk mebel merek luar negeri dengan harga yang lebih murah. Sebelumnya 10 pengrajin selalu bekerja di ruang produksi milik mereka.
“Harus diakui memang saat ini kompetisinya dengan merek luar, itu pengaruh juga. Kita ya akan produksi kalau ada yang pesan saja,â pungkasnya. (Ayu Sabrina B)
Baca berita dan artikel lainnya di google news