TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Kasus DBD (Demam Berdarah) di Kota Tasikmalaya, tembus angka 301 kasus.
Data tersebut diunggah oleh Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, berdasarkan pencatatan terakhir pada 30 November lalu. Terdapat 5 kasus DBD meninggal dunia akibat nyamuk aedes aegepty.
Untuk itu, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Tasikmalaya dr Uus Supangat mengingatkan warga untuk lebih waspada dengan menjaga kebersihan lingkungan.
Baca Juga:Lirik Lagu Pelajar Pancasila: Harmoni Kolaborasi Kikan dan Eka Gustiwana untuk Pendidikan KarakterPSGC Ciamis Pimpin Klasemen Sementara Grup A Liga 3 Seri 1 Jawa Barat Setelah Tekuk Depok City 2-0
Lebih lanjut Uus mengatakan, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) jadi kunci upaya preventif munculnya kasus DBD.
“Yang efektif adalah melakukan PHBS. Itu ditingkatkan. Agar kasus DBD dapat diantisipasi,” ucapnya kepada Radar saat diwawancara beberapa waktu lalu.
Berdasarkan data yang dirilis, Kecamatan Cipedes mencatat angka tertinggi kasus DBD di Kota Tasikmalaya, dengan lebih dari 50 kasus ditemukan.
Wolbachia Bisa Jadi Solusi
Sebelumnya, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan, implementasi teknologi nyamuk dengan bakteri Wolbachia berhasil menurunkan incidence rate demam berdarah di Yogyakarta.
Menkes Budi menjelaskan, Wolbachia adalah bakteri alami yang ada di dalam tubuh beberapa serangga seperti lalat buah, kupu-kupu, dan ngengat.
DI Yogyakarta berhasil menurunkan incidence rate demam berdarah di bawah standar WHO, yaitu 1,94 per 100 ribu penduduk data pada Juli 2023 dengan mengimplementasikan teknologi Wolbachia.
WHO menetapkan standar untuk incidence rate atau frekuensi kesakitan sebesar 10 per 100 ribu penduduk.
Baca Juga:Stop Perundungan Terhadap Anak! Kepsek SD Nyantong Kenalkan Apatars-Go Pada Orang TuaKota Tasik Rawan Hoaks dan SARA! Masuk Peringkat 7 di Jawa Barat
Saat ditanyai soal solusi menggunakan bakteri Wolbachia, Uus belum dapat memastikan Kota Tasikmalaya akan melakukan metode tersebut atau tidak. “Kita belum ke arah sana ya,” ujarnya.
Kendati demikian, Uus sudah tak asing dengan metode yang dikembangakan oleh profesor asal Universitas Gajah Mada ini.
“Wollbachia itu, sebenarnya teknologi yang tidak baru pengembangnya pun bukan orang lain, orang Indonesia, profesor dari UGM,” ungkapnya.