Hal itulah yang membuat keluarga marah, terlebih kakak ipar ibu bayi, Nadia Anastasya yang mengamuk di klinik. Sampai akhirnya hal ini dilaporkan ke Dinas Kesehatan dan Polres Tasikmalaya Kota.
Pada 21 November lalu, Kepala Dinas Kesehatan dr Uus Supangat menyampaikan bahwa pihaknya sudah melakukan pemeriksaan awal. Selanjutnya, dia pun membentuk majelis ad hoc untuk melakukan pemeriksaan lebih detail mengenai perkara ini. “Sejenis tim pencari fakta,” ungkapnya saat itu.
Setelah ada rekomendasi dari majelis ad hoc, Dinas Kesehatan pun baru bisa memberikan sikap atau sanksi. Kendati demikian, dia menuturkan urusan personal tenaga kesehatan tidak melekat dengan klinik sebagai perusahaan. “Misal di sebuah rumah sakit ada yang mall praktek bukan berarti lembaganya harus ditutup, tapi pemberi pelayanannya,” ucapnya.
Baca Juga:Musim Hujan Datang, Stok Pupuk Harus Aman Untuk PertanianKulkas Penuh Miras di Warung Kopi dan Tempat Makan, Ada 176 Botol yang Diamankan Satpol PP Kota Tasikmalaya
Mengenai pasien merupakan peserta BPJS namun tetap dipungut biaya, pihaknya juga akan menunggu rekomendasi majelis. Namun secara regulasi tidak ada pungutan untuk peserta BPJS. “Pemberi pelayanan itu bekerja sama dengan BPJS maka tidak boleh dipungut biaya,” tuturnya.
Saat ini, pasien didampingi oleh pengacara Tufik Rahman dari Firma Hukum Trah dan rekan. Beberapa waktu lalu kuasa hukum menyoal karena baik majelis ad hoc, klinik dan Dinas Kesehatan tidak memberikan informasi rekam medis pasien.
Setelah kasus ini mencuat, Komisi IV DPRD Kota Tasikmalaya pun mendatangi klinik tersebut, Rabu (22/11/2023). Diketahui klinik tersebut merupakan milik seorang PNS yang bekerja di bawah naungan Dinas Kesehatan. “Iya, PNS di Puskesmas,” ucap Sekretaris Komisi IV DPRD Kota Tasikmalaya Murjani.(*)