Mengenai perkembangan bahasa, kata dia, terutama perkembangan bahasa Sunda saat ini, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 2 juta orang dalam kurun 10 tahun terakhir tidak mau atau tidak bisa memakai bahasa Sunda.
Dengan berbagai macam alasan, kata dia, seperti tidak bisa kosa katanya, menjabarkannya. “Jadi jika kita tidak mengadakan gerakan mungkin jumlah masyarakat yang tidak menggunakan bahasa Sunda akan bertambah,” jelas dia.
Dia menambahkan, jika terus dibiarkan tanpa ada gerakan melestarikan budaya Priangan salah satunya bahasa Sunda, maka akan punah.
Baca Juga:Kompak dan Berprestasi di 20 tahun Al MuttaqinSDN 1 Gunungpereng Kota Tasikmalaya Utamakan Kolaborasi Bukan Kompetisi
“Karena bahasa daerah di Indonesia ini tinggal 718 lagi, termasuk di dalamnya ada bahasa Sunda. Jadi sudah banyak dan ada bahasa daerah yang sudah tidak ada. Jadi UNESCO sendiri menyebutkan bahasa daerah hidup itu jika penuturnya ada 100 ribu orang, kalau bahasa Sunda kan 34 juta orang di Jawa Barat,” ungkap dia.
Penulis sekaligus editor buku Asep M Tamam menyampaikan kegiatan yang dilaksanakan BI Tasikmalaya ini dalam mempromosikan dan melestarikan karya budaya Priangan pada generasi muda sangat bermanfaat besar.
Termasuk memperkenalkan kepada generasi muda untuk mencintai produk asli Priangan, ada baju batik, salah satunya dari Sukapura, atau Sukaraja Kabupaten Tasikmalaya. “Batik ini merupakan sebuah karya budaya. Tetapi tidak melihat batik dengan pesannya, latar belakang pesan ekologi, alam dan kearifannya,” kata Asep.
Saat ini, kata dia, generasi muda banyak yang menyukai batik, tetapi tidak sampai mengetahui seberapa jauh filosofinya. Hanya beberapa pihak saja. “Jadi melalui acara ini mengenalkan kepada peserta atau undangan, jadi bukan sekedar ganteng, cantik memakai batik tetapi juga mengenal sejarah, filosofi dan juga cinta dan mengenal batik Tasikmalaya serta mengenalkannya,” tambah dia. (dik)