TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Aktivis PMII Kota Tasikmalaya meminta DPRD Kota Tasikmalaya untuk menyikapi polemik penerbangan yang menyisakan ragam polemik. Khususnya soal kejelasan informasi alokasi anggaran Rp 1 miliar untuk menyokong kursi yang tidak terisi.
Sebagaimana diketahui soal alokasi Rp 1 miliar dari Pemkot tersebut diluruskan oleh Sekda Drs H Ivan Dicksan baru sebatas wacana. Namun hal ini tetap tetap dianggap persoalan karena DPRD seolah tidak tahu apa-apa.
Wakil Ketua PC PMII Kota Tasikmalaya Heru Muhtar mengatakan DPRD harus bisa jeli dalam mengawasi tindak-tanduk atau kinerja pemerintah. Termasuk dalam upaya melakukan reaktivasi penerbangan di Bandara Wiriadinata yang diisukan ada alokasi APBD Rp 1 miliar yang tidak diketahui DPRD. “Kalau tidak tahu, Berarti DPRD tidak dilibatkan,” ujarnya kepada Radartasik.id.
Baca Juga:Netizen Mulai Menyerbu Klinik, Keluarga Pasien Masih Menunggu Kejelasan dari Dinkes Kota TasikPartai Golkar Mulai Tancap Gas Menuju Pilkada 2024, Ini Daftar Kader yang Menjadi Kandidat
Jika memang betul, kata Heru, uang Rp 1 miliar tentu bukan angka yang kecil dan harus diawasi secara serius. DPRD jangan sampai kecolongan dengan apa yang dilakukan oleh Pemkot Tasikmalaya. “Kami mendorong DPRD untuk lakukan pengawasan dan tindakan tegas kepada pemerintah kota Tasikmalaya,” ucapnya.
Apalagi pihaknya melihat karakter Pj Wali Kota Tasikmalaya kerap coroboh dalam mengambil kebijakan. Sehingga DPRD harus melakukan pengawasan ekstra supaya tidak terjadi pelanggaran atau kemubaziran. “Terkesan terlalu tergesa dan gegabah,” ucapnya.
Reaktivasi Bandara Wiriadinata menurutnya menjadi salah satu bentuk kecerobohan dari Pemkot. Karena faktanya, penerbangan beroperasi 3 kali saja tanpa ada kelanjutan yang jelas karena perencanaan tidak matang. “Seharus pemerintah harus menghitung seberapa urgensi dan peluang layanan penerbangan di Kota Tasikmalaya,” katanya.
Akan tetapi yang terjadi Pemkot malah memaksakan diri dengan menginstruksikan ASN dan Pegawai OPD untuk melakukan penerbangan. Baik itu seremonial di penerbangan perdana, maupun dua penerbangan selanjutnya dengan perhitungan biaya mencapai Rp 83 juta. “Malah dimanfaatkan para ASN dan opd untuk berliburan bukan untuk kepentingan pekerjaan dinas,” ujarnya.