CIAMIS, RADARTASIK.ID – Pembelajaran tentang moderasi beragama dinilai harus dikaji dari berbagai perspektif dan cara. Tidak semua tepat diterapkan kepada anak-anak.
Menanggapi viralnya siswa muslim melakukan kunjungan ke rumah ibadah agama lain, Ketua Santri Moderat Kabupaten Ciamis Nurul Ihsan Mujahid menilai kegiatan perlu ditelaah lagi.
Pembelajaran moderasi beragama yang kemudian diimplementasikan dalam pembelajaran pengenalan tempat ibadah agama lain, harus dilihat dari kacamata baik dan buruknya.
Baca Juga:Uji KIR Gratis Mulai Tahun Depan: Pemkab Ciamis Terancam Kehilangan PAD Rp 2,4 Miliar19 Anggota Dewan Ciamis Mangkir, Rapat Paripurna Dijadwal Ulang Hari Ini
“Menyambangi tempat ibadah itu ketika aman dan tidak ada efeknya dalam bentuk bertoleransi. Tetapi jika sekiranya membahayakan anak-anak yang notabene kurang pengetahuan (moderasi beragama), lebih baik jangan dan harus dialihkan pembelajaran ke tempat ibadah lain melalui visual,” katanya kepada Radar, Rabu (1/11/2023).
Menurutnya pembelajaran perbedaan agama bisa diberikan kepada para siswa atau pelajar melalui media berbeda.
Tidak harus secara langsung datang ke tempat-tempat ibadah agama tertentu di luar yang mereka anut. Sebab, akan amat berbahaya ketika siswa yang belum paham tentang perbedaan agama atau pun masih dalam tahap pembelajaran dibawa ke rumah ibadah agam lain.
“Sulit sih ketika pemahaman (moderasi beragama) di lapangan, ketika belum pernah pesantren. Bagusnya jika yang belum paham tentang moderasi beragama bisa dengan membimbing dengan menjelaskan dan bahkan bisa mengajarkan toleransi,” ujarnya.
Lalu apakah setuju atau tidak setuju dalam pembelajaran kerukunan beragama tidak perlu ke tempat ibadah? Menurutnya dalam konteks pembelajaran kerukunan, harus dilihat dari kebutuhannya.
Seperti diketahui, viralnya video kunjungan siswa SMPN 5 Ciamis ke sejumlah rumah ibadah di Kampung Kerukunan beberapa hari lalu memunculkan silang pendapat antartokoh.
Ada yang menganggap perbedaan agama memang harus diajarkan sejak kecil, namun ada pula yang menilai bahwa hal itu belum saatnya diberlakukan kepada anak-anak yang akidahnya masih labil. (*)
Baca berita dan artikel lainnya di Google News