TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Hoaks dan ujaran kebencian masih menjadi ancaman bagi kondusivitas penyelenggaraan Pemlu 2024. Bawaslu berharap media massa berperan menetralisir informasi di masyarakat yang belum jelas sumbernya.
Pelaksanaan pemilu senantiasa diiringi juga oleh potensi-potensi kerawanan yang bisa membuat situasi tidak kondusif. Insan pers diharapkan bisa mengawal jalannya pemilu dengan informasi berimbang.
Plt Kepala Bagian Hukum Humas, Data dan Informasi Bawaslu Provinsi Jawa Barat Andhika Prakasa memaparkan bagaimana peran dan fungsi Media Massa dalam penyelenggaraan Pemilu. Di mana posisinya cukup strategis dalam mengawal proses pemilu melalui pemberitaan.
Baca Juga:Dari Jual Beli Miras Sampai Daging Anjing, Warga Minta Bangunan Eks Terminal Cilembang Dibongkar Gara-Gara Sering DisalahgunakanSekda Buka Suara Soal Temuan BPK dan Perkara Hukum yang Menyeret 1 ASN di Kota Tasikmalaya
“Menyediakan informasi yang akurat dan cepat sehingga menjadi sumber rujukan utama di tengaj krisis disinformasi yang makin meluas,” paparnya secara daring di rapat koordinasi Bawaslu Kota Tasikmalaya dengan awak media, Rabu (1/11/2023).
Dalam rakor tersebut terjadi diskusi soal berbagai kerawanan pemilu yang perlu diantisipasi. Hadir pula akademisi Arif Rahmat Saleh SIP MSI sebagai narasumber.
Anggota Bawaslu Kota Tasikmalaya Rida Fahlevi menerangkan bahwa pihaknya berharap bisa selalu bersinergi dengan insan pers dalam mengawal proses pemilu. Di mana pihaknya memandang jurnalis bisa diandalkan dalam memantau ketika terjadi dugaan pelanggaran. “Bisa bersinergi Bawaslu dengan Media untuk bisa menjalankan pengawasan partisipatif,” ucapnya.
Karena menurutnya media massa punya jangkauan lebih luas untuk mendistribusikan informasi yang akurat untuk masyarakat. Karena pihaknya pun mengakui keterbatasannya. “Ada hal-hal yang tidak terjangkau oleh kami secara langsung,” ujarnya.
Termasuk media juga diharapkan media menjalankan fungsi social control untuk mengawasi kinerja penyelenggara. Karena baik KPU maupun Bawaslu tetap harus mendapat pengawasan juga.
Soal potensi kerawanan yang paling disoroti yakni masalah hoaks dan ujaran kebencian khususnya di media sosial. Hal tersebut dikhawatirkan terjadi dan memicu konflik yang lebih besar. “Itu juga yang membuat gaduh dan kisruh,” ucapnya.