JAKARTA, RADARTASIK.ID – Mahkamah Konstitusi (MK) adalah lembaga yang sangat penting dalam sistem hukum Indonesia.
Lembaga ini bertanggung jawab untuk memastikan bahwa hukum dan konstitusi negara dijalankan dengan benar.
Dilansir dari Disway.id (grup radartasik.id) baru-baru ini, Mahkamah Konstitusi telah dihadapkan pada tantangan etika yang harus dihadapi dengan segera oleh Majelis Kehormatan MK yang baru dilantik.
Baca Juga:Sumur Warga Kota Tasikmalaya Kering Berbulan-bulan, Wakil Ketua DPRD Sampaikan Hal IniAparat Gabungan, Komunitas, dan Organisasi Gotong-Royong Bersihkan Dadaha
Tantangan ini berasal dari enam belas guru besar dan pengajar fakultas hukum, terutama dalam bidang hukum tata negara (HTN) dan hukum administrasi negara (HAN).
Mereka telah mengajukan laporan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim kepada Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.
Laporan ini kemudian diteruskan kepada Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Yayasan LBH Indonesia, Indonesia Corruption Watch, dan IM57.
Laporan ini ditujukan kepada Ketua MK, Anwar Usman, dan memiliki beberapa poin utama yang perlu diperhatikan.
Poin pertama yang diajukan dalam laporan adalah konflik kepentingan. Laporan tersebut menunjukkan bahwa saat memeriksa dan mengadili perkara Nomor 90, Anwar Usman memberikan ruang atau privilege kepada keponakan yang bersangkutan, Gibran Rakabumingraka, untuk mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden.
Keputusan ini mengindikasikan konflik kepentingan yang serius, karena hakim seharusnya tidak terlibat dalam perkara yang berkaitan dengan keluarganya.
Munculnya konflik kepentingan seperti ini merusak integritas hukum dan kode etik hakim.
Baca Juga:Tempat Wudhu TNI di Markas Pasukan Perdamaian PBB Kena Serangan Mortir IsraelHeboh Bocah SD Asal Ciamis Ditinggal Sendirian di Tengah Makam Jam 9 Malam di Kota Tasikmalaya, Begini Kronologinya!
Pihak yang melaporkan sudah mendorong agar Anwar Usman mengundurkan diri dari jabatan sebagai ketua dan juga sebagai hakim konstitusi.
Poin kedua dalam laporan berkaitan dengan kepemimpinan. Dalam proses pemeriksaan dan pemutusan perkara tentang pengujian syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden, diduga terjadi ketidakpatuhan terhadap hukum acara yang seharusnya diikuti.
Proses ini tampak dilakukan secara buru-buru dan tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.