TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Setelah 1 tahun bekerja menjadi Pj Wali Kota, Cheka Virgowansyah yang merupakan utusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) itu dinilai akademisi tidak adaptif dengan kultur budaya Kota Tasikmalaya.
Hal itu disampaikan Dr Syarif Hidayat MPd dalam kajian bulanan Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) di Masjid Ulul Albab, Jalan BKR Kecamatan Tawang pada Sabtu (7/10/2023) malam.
Ada tiga indikator yang dinilai KAHMI dari Cheka dalam refleksi menjelang genap 1 tahun kepemimpinan Cheka itu.
Baca Juga:Pentingnya Peran Paru-paru dalam Kesehatan TubuhLampaui Ekspektasi, Motor Harley-Davidson X440 Terpesan 25 Ribuan Unit Sejak Juli 2023
Antara lain program budidaya Maggot, pengendalian Stunting, dan angka kemiskinan di Kota Tasikmalaya. Bagi Syarif ketiga program itu adalah gebrakan Cheka yang cukup dikenal, namun tidak berdampak.
“Untuk program stunting, Cheka sudah turun tapi hanya sebagai seremonial saja, sebab ini memang program pemerintah pusat. Indikator stunting, kurang gizi di Kota Tasik hampir sebanding dengan negara, belum berkembang,” ungkap Syarif.
Ketua Prodi S2 PGSD UPI Tasikmalaya itu juga menyinggung tentang pengelolaan sampah menggunakan magot, yang di awal memang inovatif tetapi kini dianggap gagal karena sepi peminat.
Hal itu menurutnya disebabkan pangsa pasar maggot itu sendiri di Kota Tasikmalaya belum tumbuh.
“Pj belum bisa mampu beradaptasi dengan kebutuhan kearifan lokal di Kota Tasik, sehingga muncul keterkejutan,” terangnya.
Di sisi lain ia mengapresiasi kepiawaian Cheka menggeser Kota Tasikmalaya dari peringkat termiskin se-Jawa Barat, naik menjadi peringkat 3 terbawah.
Capaian itu kemudian disandingkan dengan nilai pendidikan yang juga tercatat rendah di Jabar.
Baca Juga:Saldo Rekening dr Richard Lee Dibongkar Willie Salim, Segini Isinya!Pria Ini Bongkar Rahasia Produk China Bisa Dijual Murah di Bawah Harga Pasar Indonesia
“Rata-rata indeks pendidikan sekolah di Kota Tasikmalaya itu paling rendah kedua se-jawa Barat, dan Pj Wali Kota tidak membuat gebrakan atas itu,” tandasnya.
Syarif juga kemudian menyoroti kurangnya komunikasi partisipatif yang dibangun Cheka dengan masyarakat.
Dalam konteks pembangunan daerah, komunikasi jenis itu dikatakannya penting untuk dilakukan kepala daerah, agar muncul kesepahaman dan semangat membangun yang sama.
“Karena memang Cheka orang pusat, bagus, Cuman untuk komunikasi dengan masyarakat kurang. Seperti menemui massa aksi, padahal itu harusnya ditemui karena akan menerima masukan. Tetapi, kalau dengan sesama pejabat rapi dan tersusun,” tuturnya.