Kondisi Indonesia saat ini dihadapkan politisasi agama menjelang pemilu, diantaranya (kondisi intoleransi beragama di Indonesia), bahwa situasi konflik dan damai selalu dinamis karena mengikuti perubahan masyarakat dan lingkunganya baik di tingkat lokal, nasional, maupun global.
Dalam dua dekade terakhir banyak kalangan/lembaga/media melansir tingginya perilaku intoleransi beragama di Indonesia. Kerena itu sebagaimana disebutkan dalam Narasi RPJMN 2020-2024, pemerintah masih memandang moderasi beragama harus terus dibangun dalam kehidupan bermasyarakat.
“Melihat kondisi tersebut maka pemerintah saat ini terus mengupayakan penguatan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya budaya sebagai karakter kebangsaan,” tutur Mahfud MD.
Baca Juga:Kereenn!!! Fraksi PAN Soroti Bankeu 2021, Minta Kejaksaan Kabupaten Tasikmalaya Segera Tuntaskan Persoalan IniPimpinan Cabang Muhammadiyah dan Aisyiyah Kecamatan Leuwisari Dilantik, Harus Menyatu dengan Masyarakat
Selanjutnya, (Indeks potensi konflik berlatar agama dan etnis di Indonesia). Kementerian Agama telah melakukan evaluasi penerimaan umat beragama atas keragaman budaya pada tahun 2022.
Indeks potensi konflik berlatar agama dan etnis terkonfirmasi menurun 4,16 poin pada tahun 2022 dibanding tahun sebelumnya, yaitu dari skor 39,46 di tahun 2021 menjadi skor 35,3 di Tahun 2022. Namun wilayah kasus sebaran konflik meningkat dari sebelumnya 2.8% menjadi 5.7%.
Kemudian (Konflik antar agama dan intra agama). Selama tiga tahun terakhir, penelitian dari Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI menemukan ada sekitar 86 konflik keagamaan di Indonesia.
Konflik yang paling banyak adalah berkaitan dengan intra agama. Dari 86 kasus, konflik intra agama ditemukan 57 kasus (66 %), sedangkan konflik antar agama 29 kasus (34%). Artinya, potensi konflik intra agama, khususnya umat Islam, lebih besar ketimbang konflik antar agama.
Meninjau kondisi Indonesia berdasarkan data tersebut, maka perlu bersama-sama membangun atau menciptakan suasana kedamaian berbangsa menuju Pemilu 2024 tanpa politisasi agama.
“Salah satu cara untuk menjaga kedamaian berbangsa dan menghindari politisasi agama adalah dengan cara moderasi beragama dan peace building untuk menyelesaikan konflik yang sudah terjadi. Ini adalah langkah kita bersama untuk merawat kebhinekaan,” kata Mahfud MD.
Mahfud memaparkan, terdapat langkah-langkah strategis yang perlu dilakukan oleh bersama dalam mewujudkan pemilu demokratis dan merawat kebhinekaan, yaitu (menggencarkan pendidikan politik).
Baca Juga:Generasi Muda Ditanamkan Rasa Peduli Sesama, Pemuda Desa Purwasari Kabupaten Tasikmalaya Gelar Peringatan Hari Besar IslamKesadaran Bayar Pajak Kendaraan Bermotor Lemah, Tahun 2025 Persentase Pajak Dibalik: Daerah 70 Persen, Provinsi 30 Persen
Pendidikan politik yang mapan di mana mengedepankan kualitas dan kuantitasnya maka akan menciptakan masyarakat yang paham akan hak, kewajiban dan tanggung jawab setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.