TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Menteri Kordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Republik Inonesia Prof Dr HM Mahfud MD SH SU MIP menghadiri acara Halaqoh Kebangsaan di Intitut Agama Islam Latifah Mubarokiyah (IAILM), Sabtu (7/10/2023).
Dalam kegiatan tersebut dihadiri sebanyak 250 pimpinan pondok pesantren dari Kabupaten/Kota Tasikmalaya, Ciamis, Garut, Banjar dan Majalengka dan ratusan orang dari internal kampus.
Sebelum mengikuti Halaqoh Kebangsaan, Mahfud MD berkunjung terlebih dulu ke Ponpes Suryalaya yang diterima langsung oleh KH Baban Ahamd Jihad SB Ar. Termasuk menyempatkan ziarah ke makam Abah Sepuh dan Abah Anom.
Baca Juga:Kereenn!!! Fraksi PAN Soroti Bankeu 2021, Minta Kejaksaan Kabupaten Tasikmalaya Segera Tuntaskan Persoalan IniPimpinan Cabang Muhammadiyah dan Aisyiyah Kecamatan Leuwisari Dilantik, Harus Menyatu dengan Masyarakat
Mahfud MD menyampaikan, acara Halaqoh Kebangsaan dengan tema “Mewujudkan Pemilu 2024 yang Demokratis, Merawat Kebhinekaan” adalah tema yang menarik untuk selalu dibahas guna merawat kebhinekaan dan mengonsolidasikan demokrasi. Khususnya jelang Pemilu 2024.
“Melalui Halaqoh Kebangsaan ini, maka saya akan menjelaskan bagaimana hubungan dan cara merawat antara demokrasi, pemilu, dan kebhinekaan,” ujar Mahfud MD.
Mafud menjelaskan, pemilu dan demokrasi memiliki hubungan yang sangat erat. Karena pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan amanat Pancasila dan UUD 1945.
Pada kurun waktu dari 2009-2021 maka indeks demokrasi Indonesia tentunya mengalami berbagai dinamika. “Namun kita patut mengapresiasi pada tahun 2022 indeks demokrasi Indonesia mencapai angka 80.41 di mana angka tersebut dikategorikan naik daripada tahun 2021 yang mendapatkan angka 78.12,” kata Mahfud MD.
“Melalui sistem demokrasi yang berjalan di negara ini dan adanya Pemilu 2024, maka diharapkan dapat merawat kebihinekaan, maka dari itu perlu mewujudkan pemilu yang demokratis untuk merawat kebhinekaan,” ucap Mahfud MD.
Selanjutnya, dalam kontestasi pemilu terdapat praktik politisasi agama yang akan menyebabkan terjadinya penguatan politik kebencian atas nama agama.
Politisasi agama sangat terlihat pada momen pemilu. Karena politisasi agama dapat dijadikan alat atau senjata untuk kepentingan pemenangan kekuasaan, selain itu agama merupakan interplay dominan kerana agama memasuki berbagai ranah kehidupan termasuk dunia politik.
Baca Juga:Generasi Muda Ditanamkan Rasa Peduli Sesama, Pemuda Desa Purwasari Kabupaten Tasikmalaya Gelar Peringatan Hari Besar IslamKesadaran Bayar Pajak Kendaraan Bermotor Lemah, Tahun 2025 Persentase Pajak Dibalik: Daerah 70 Persen, Provinsi 30 Persen
Berdasarkan hal tersebut, maka politisasi agama menjelang Pemilu 2024 sangat berbahaya karena dapat mewujudkan intoleransi antar masyarakat sehingga dapat memecah kesatuan bangsa.