Dalam kesempatan itu juga hadir juga Analis Permasalahan Hukum sekaligus Pengelola Pelaporan Ranham Kota Tasikmalaya, Epi Mulyana SH MH, yang menjelaskan tentang eksistensi Transpuan di kota santri.
“Sebetulnya memang cukup berat ya, selama ini karena berhadapan dengan Perda Tata Nilai. Transpuan ini identik di Tasik, identiknya Tasik itu Kota Santri. Ada stigma masa kota santri melegalkan hal demikian. Nah, untuk menetralisir stigma itu, coba nanti memberikan kegiatan positif, tidak menjadi pelaku narkoba atau hal buruk lain, tapi jadi pelopor kegiatan positif. Teman-teman bisa jadi pionir di masyarakat,” terang Epi.
Ia mengakui kelompok Transpuan selama ini menyelenggarakan secara tertutup. Dengan adanya kelas seperti yang dilaksanakan kemarin, make eksistensi mereka lebih terlihat sebagai kelompok yang positif. Epi juga sepakat bahwa siapapun bisa menjadi Paralegal, dengan catatan telah melalui bimbingan teknis ataupun diklat khusus dengan muatan materi yang sesuai.
Baca Juga:Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Selalu Meningkat di Kota Tasikmalaya, Harus Nunggu Viral?Akademisi Sarankan Retribusi Parkir Kota Tasikmalaya Dipungut Berdasarkan Kelas Kendaraan
Selain itu, Kepala Bidang PPPA Dinas DPPKBP3A Kota Tasikmalaya, Lusi Rosdianti, juga mengingatkan para transpuan dan keluarga untuk berani melapor ketika mengalami kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Kalau terjadi kekerasan apa yang harus kita lakukan? Hentikan dan harus berani melapor ya. Kita membuka ruang itu, untuk penyintas menyampaikan laporan dan akan kita dampingi. Kita sudah lengkap ada konsultan baik hukum maupun psikisnya,” terangnya.
Nantinya, Yayasan Srikandi Pasundan yang berdomisili di Tasikmalaya ini akan membentuk Grup Whatsapp yang beranggotakan Paralegal keluarga transpuan. (mg3)
Baca berita dan artikel lainnya di Google News