TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Organisasi kelompok transpuan di Tasikmalaya menggelar kelas paralegal bersama firma hukum dan Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Kota Tasikmalaya.
Yayasan Srikandi Pasundan yang bermuara di Jawa Barat ini, juga menghimpun kelompok transpuan di Kabupaten dan Kota Tasikmalaya.
Disebut sebagai kelompok rentan, transpuan kerap mendapatkan perlakuan tidak baik dari publik, hingga mengalami kekerasan.
Baca Juga:Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Selalu Meningkat di Kota Tasikmalaya, Harus Nunggu Viral?Akademisi Sarankan Retribusi Parkir Kota Tasikmalaya Dipungut Berdasarkan Kelas Kendaraan
Maka dari itu, organisasi dengan nama tokoh wayang ini berkomitmen untuk memahami produk dan sistem hukum yang berkaitan dengan eksistensi mereka.
Kelas paralegal bersama keluarga transpuan membuka kesempatan, untuk kelompok rentan ini mendapatkan pendampingan hukum hingga masalah tertuntaskan.
“Pemahaman keluarga mungkin untuk bisa menjadi perantara mencari bantuan hukum, karena penyintas contohnya transpuan mungkin sudah ‘babak belur’ dan tidak mampu kesana kemari mencari bantuan, nah disitu peran paralegal,” kata perwakilan Transpuan Tasikmalaya, Abel.
“Misal adiksi, tapi keluarga tahu dan gak mau dong ditangkap. Karena ikut kelas paralegal ini bisa menghubungi advokat atau bantuan hukum. Kalau kita gak hafal dasar hukum, ya minimal melihat keluarga yang dapat kekerasan atau berkaitan dengan hukum, oh ya bisa langsung search di google, pasal berapa yang membahas itu. Kita datang ke polisi membawa dan tidak membawa pendamping, pelayanannya beda. Sehingga penting untuk kita belajar dasar hukum, dan memahami hukum,” lengkapnya.
Advokat dari GNR Law Firm, Gin Gin Ganista, juga menyampaikan materinya tentang siapa yang bisa dan mampu menjadi paralegal bagi penyintas.
“Paralegal itu sendiri bukanlah pengacara bukan juga petugas pengadilan. Selain itu, sebutannya relawan pendamping atau juga pekerja sosial. Ini juga ada pembahasannya di Undang-Undang nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum,” terangnya.
“Mereka yang bisa jadi paralegal tentu harus ada legacy, misal latar belakangnya mahasiswa hukum, atau yang pernah ikut diklat hukum,” sambung Gin Gin.