TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Munculnya persoalan dugaan bullying di salah satu SMP di Kota Tasikmalaya yang disinyalir merupakan konten belaka dinilai bukan hal wajar. Hal itu merupakan bukti minimnya literasi digital di kalangan pelajar di tingkat SMP.
Sebagaimana hasil pertemuan Dinas Pendidikan dan pihak-pihak terkait di Polsek Mangkubumi, didapati bahwa informasi dan foto yang beredar merupakan konten semata. Alasannya konten tersebut ditujukan sebagai kampanye anti bullying.
Direktur Taman Jingga Ipa Zumrotul Falihah menilai bahwa tidak bisa dipungkiri bahwa informasi yang beredar sudah menimbulkan kegaduhan. Terlepas itu sebatas konten atau memang terjadi kasus bullying. “Realitanya ini membuat kegaduhan,” ucapnya kepada Radartasik.id, Kamis (28/9/2023).
Baca Juga:Sudah Ada Pergantian Bakal Caleg di Kota Tasikmalaya, Sebentar Lagi KPU Rancang DCT Pemilu 2024Marka Jalan di Kota Tasikmalaya Masih Jadi PR Dishub
Artinya, ada yang keliru dalam pembuatan konten tersebut. Apalagi di foto yang beredar menunjukkan seorang pelajar sampai menginjak kepala dari temannya. “Itu kan adegan yang tidak pantas juga,” tuturnya.
Terlepas itu konten iseng atau edukasi, menurutnya pihak sekolah sudah kecolongan. Karena jika dilihat dari foto yang beredar, lokasinya berada di lingkungan kelas atau sekolah. “Pengawasan dari sekolah bagaimana ini, sampai siswa bisa membuat konten tersebut,” ucapnya.
Hal ini juga menjadi bukti bahwa perkembangan teknologi saat ini tidak dibarengi dengan literasi digital. Sehingga para siswa tidak memahami batasan pemanfaatan smartphone dan juga pembuatan konten. “Literasi digital di sekolah masih lemah,” katanya.
Literasi digital di sekolah dewasa ini menurutnya sangat penting. Karena pihak sekolah sendiri memperbolehkan penggunaan smartphone kepada siswanya. “Sekarang kan SD dan SMP pun sudah bawa HP,” terangnya.
Ketika memang tujuannya edukasi, seharusnya pihak sekolah bisa mengawasi dan memberikan bimbingan atau arahan. Karena ketika melakukan adegan atau memunculkan visual konten pelajar menginjak kepala temannya, malah jadi salah kaprah. “Justru dikhawatirkan gambar itu malah memancing orang untuk melakukannya,” ujarnya.
Di samping itu, sekali pun itu untuk kepentingan konten, belum tentu anak yang diinjak kepalanya itu bisa menerima. Karena dia sendiri sebagai orang tua tidak akan menerima jika anaknya diperlakukan seperti itu. “Kalau anaknya tidak menerima, ini juga jadinya bullying juga,” tuturnya.