Oleh karenanya, pihaknya memberikan pendidikan dan pelatihan pada kader kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Tamansari Khusunya di Kelurahan Setiawargi tentang MPASI berbasis kearifan lokal. Dalam hal ini menggunakan bahan dasar bayam, telur, ikan, daging ayam ataupun sapi dan pisang.
“Karena melihat potensi di Kecamatan Tamansari tidak hanya berupa pertanian mengahasilkan padi ataupun hasil perkebunan saja. Namun juga pengembangan budi daya perikanan dan peternakan ayam, sapi serta kambing,” katanya.
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan, terdapat peningkatan pengetahun kader tentang MPASI. Lalu para kader kesehatan diajak pembuatan MPASI dari bahan pangan lokal.
Baca Juga:Cara Memilih Warna Foundation Sesuai Warna KulitTerbaru!!! Skintific All Day Perfect Serum Foundation, Tahan 24 Jam, Tampilan Sehalus Filter
“Harapannya kader kesehatan dapat menyimpulkan proses pembuatan MP ASI. Itu mulai dari mengetahui bahan bahan dan cara memasaknya serta kandungan gizinya sehingga dapat ditularkan ke ibu-ibu yang memiliki balita, sehingga bisa tumbuh dan berkembang dengan sehat anaknya,” ujarnya.
Sebab, mengkhawatirkan ketika terjadi balita akibat kekurangan gizi kronis (stunting) dapat berakibat buruk bagi Indonesia,. khususnya Kota Tasikmalaya. Sesuai data Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mencatat, 9 juta anak mengalami stunting yang tersebar di pedesaan maupun perkotaan.
“Apabila terus dibiarkan stunting dapat merugikan ekonomi Indonesia,”katanya.
Karena ketika terkena stunting dapat menimbulkan kerugian ekonomi bagi negara sebesar 2-3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) per tahun. Dengan PDB Indonesia Rp 13.000 triliun pada 2017. “Sehingga diperkirakan potensi kerugian akibat stunting dapat mencapai Rp 300 triliun,” ujarnya.
Tidak hanya ada potensi kerugian ekonomi saja, ketika mengalami stunting akan menyebabkan gangguan kecerdasan. Seperti halnya tidak optimalnya ukuran fisik tubuh yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya, serta gangguan metabolisme.
“Saat dalam kondisi stunting jangka panjang, menyebabkan menurunnya kapasitas intelektual yang akan berpengaruh pada produktivitas saat dewasa. Serta meningkatkan risiko penyakit tidak menular, seperti diabetes melitus, hipertensi, jantung koroner, dan stroke,”katanya.
Oleh karenanya, saat ini Presiden Indonesia saat ini gencar untuk menargetkan prevalesni stunting turun menjadi 14% pada tahun 2024. Dengan mengacu pada data SSGI (2021) yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan, prevalensi stunting di Indonesia adalah 24,4%.