JAKARTA, RADARTASIK.ID – Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indonesia baru-baru ini mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan atau Permendag Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Kebijakan ini memiliki dampak signifikan terutama pada bisnis social commerce, seperti TikTok.
Dalam Permendag terbaru ini, dijelaskan bahwa platform social commerce seperti TikTok tidak diizinkan untuk melakukan penjualan barang atau jasa.
Baca Juga:Keren! Warga Tasik Ini Menjadi Kandidat Deputi KPK RI. Siapakah Dia?Brentford Bidik Tiga Pemain Calon Pengganti Ivan Toney
Mereka hanya diperbolehkan untuk melakukan promosi atau penawaran barang dan jasa.
Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, menegaskan kebijakan ini dalam konferensi pers di Kantor Kemendag pada Rabu (27/9).
Zulkifli Hasan menjelaskan bahwa salah satu poin penting dalam Permendag 31 Tahun 2023 adalah definisi berbagai model bisnis penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), termasuk marketplace dan social commerce.
Definisi ini memungkinkan untuk pembinaan dan pengawasan yang lebih efektif terkait perizinan, perpajakan, dan ketentuan perdagangan lainnya.
“Sesuai dengan Permendag ini, social commerce didefinisikan sebagai penyelenggara media sosial yang menyediakan fitur, menu, dan/atau fasilitas tertentu yang memungkinkan pedagang (merchant) dapat memasang penawaran barang dan/atau jasa,” jelasnya.
Lebih lanjut, Zulkifli Hasan mengungkapkan bahwa tujuan dari peraturan ini adalah untuk mengatasi praktik-praktik yang merugikan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam perdagangan elektronik.
Pemerintah berkomitmen untuk membangun ekosistem perdagangan elektronik (e-commerce) yang adil dan sehat.
Baca Juga:Google Ulang Tahun ke-25, Ini Nama Mesin Pencari yang Didirikan Larry Page dan Sergey Brin Sebelum Tenar Seperti SekarangKronologi Penganiayaan Siswa SMP di Cilacap, 5 Pelajar Telah Diamankan
Permendag 31 Tahun 2023 merupakan revisi dari Permendag 50 Tahun 2020 yang sebelumnya mengatur tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Revisi ini diperlukan karena banyaknya produk yang tidak memenuhi standar, serta adanya indikasi praktik perdagangan tidak sehat oleh pelaku usaha asing.
“Revisi Permendag 50/2020 juga dilatarbelakangi kesetaraan dalam persaingan berusaha dan ekosistem PMSE yang belum terwujud serta berkembangnya model bisnis PMSE yang berpotensi mengganggu, yakni dengan memanfaatkan data dan informasi media sosial,” tambah Mendag Zulkifli Hasan.