Setelah terbitnya SK tersebut, penggarap bisa menanam pohon buah, dan tanaman pola tumpang sari secara legal selama 35 tahun. Itu pun bisa diwariskan dengan membuat berita acara perubahan penggarap. Tetapi harus lolos evaluasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan per lima tahun sekali,” kata dia.
“Tujuannya adanya SK Pengelola Hutan ini agar mendapatkan akses legal menggarap lahan kawasan hutan negara, sehingga meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan,” ujarnya.
Dalam aturannya pemanfaatan lahan KHDPK Perhutanan Sosial, untuk pengolahan lahan satu kelompok tani hutan (KTH) maksimal 1.000 hektare. Dengan satu penggarap maksimal mengelola tanah hutan 2 hektare. “Total satu izin maksimal 1.000 hektare. Dengan jumlah per KTH anggotanya maksimal 300 KK. Dalam satu penggarapan tidak boleh dua kepala keluarga (KK), artinya harus satu kepala keluarga,” katanya.
Baca Juga:Prediksi Sporting Lisbon vs Rio Ave di Liga Portugal: Laga Beda KastaHari Tani Nasional 2023: Ini Pesan Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Barat H Ade Ginanjar
“Kalau lebih itu mesti gabungan dua KTH bisa 500 KK untuk mencapai 1.000 hektar,” ujarnya, menambahkan.
Kepala Desa Cidugaleun Kecamatan Cigalontang I Firmansyah menyampaikan tim Perhutanan Sosial pada Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) sudah untuk melakukan pendataan kepada penggarap kawasan hutan negara di Desa Cidugaleun. “Sudah dilaksanakan pengukuran program KHDPK Perhutanan Sosial sebanyak 150 KK dengan luas 300 hektare,” katanya.
Tentunya mereka yang mendapatkan pengukuran, adalah penggarap dari warga di Desa Cidugaleun yang sudah melakukan pemanfaatan lahan hutan. Nantinya, akan diberikan SK per penggarap atau per KK untuk program KHDPK Perhutanan Sosial seluas 2 hektare.
“Dengan begitu masyarakat di sini menjadi tenang untuk mengolah lahan di kawasan hutan. Yang penting penting jangan merusak pohon yang ada di hutan,” ujarnya.