Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya, Ir Hj Ely Suminar MP tak mau berkomentar banyak.
Ia menyerahkan kewenangan dan pengarahan pegawai honorer pada pihak sekolah. Apalagi soal minimnya honor yang berpotensi membuat guru honorer terjerat pinjol.
“Saya gak bisa komen karena itu urusan pribadi ya. Honorer itu kan di sekolah, kita tidak ada ikatan apapun,” tandasnya. “Sensitif memang ya kalau ngobrolin honorer,” kata Ely menambahkan.
Baca Juga:Pemerintah Diminta Lebih Gencar Sosialisasikan Program Bantuan kepada MasyarakatCulture Women Studies, Melawan Redupnya Diskusi Anak Muda
Kendati demikian, ia mengakui bahwa upah guru honorer memanglah tidak sesuai dengan Upah Minimun Regional (UMR).
Mereka dibayar sesuai dengan kemampuan masing-masing sekolah menyisihkan dari dana BOS.
“Tergantung pada kemampuan sekolah, dari dana BOS. Biasanya memang gak UMR, karena kalau UMR ya habis Dana BOS. Memang sekarang guru honorer banyak di sekolah-sekolah, karena guru-guru sekarang banyak yang pensiun belum terisi,” jelas Ely.
Dengan adanya temuan data pengguna pinjol dari kalangan guru honor tersebut, ia lalu menyinggung soal lamanya proses menjadi guru berstatus pegawai negeri yang mengandalkan ‘keberuntungan’.
“Prosesnya lama jadi PNS itu, ya memang harus bersabar. Kalau sekarang mungkin lewat PPPK, di Kota Tasikmalaya dikontrak 5 tahun,” ungkap dia. (mg3)