Kemudian, soal catatan dari evaluasi tersebut untuk tahun 2022 bantuan keuangan desa ditiadakan terlebih dahulu. Karena pemerintah daerah sedang fokus buat peraturan bupati kaitannya tentang parameter pemberian bantuan keuangan tersebut.
Karena salah satu yang menjadi temuan LHP BPK soal dana keuangan di Kabupaten Tasikmalaya yaitu ketidakjelasan dari parameter yang mengukur berapa desanya.
“Makanya untuk 2022 kita konsen membuat regulasi parameter pemberian bantuan keuangan tersebut, sehingga ke depan tidak lagi ada LHP BPK ketidakjelasan soal bankeu dan lainnya,” katanya dalam pernyataan Pemkab Tasikmalaya Soal Bankeu Desa Tahun Anggaran 2021.
Baca Juga:Menunggu Dua Tahun, Akhirnya Jembatan Sukarame Kabupaten Tasikmalaya DiperbaikiDeklarasi Damai Jelang Pilkades Salebu Kabupaten Tasikmalaya: Ini Pesan Panitia Pemilihan Kepala Desa Jelang Pemungutan Suara
Sebelumnya, Penasihat hukum asal Kabupaten Tasikmalaya Wahyu Saeful Ma’Arief SH mengatakan, melihat kronologis dan catatan dari LHP BPK sangat jelas bahwa peran Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) sangat vital.
“Saya juga sepakat kalau orang-orang yang berpengaruh atau pejabat yang dalam halini TAPD punya peran vital dalam persoalan temuan bankeu desa tahun 2021,” ujarnya kepada Radar, tadi malam.
Menurut dia, sudah jelas orang yang bisa mengutak atik anggaran adalah pejabat elite. Bahkan ada dugaannya juga terciptanya persekongkolan bersama eksekutif. Karena sebelum anggara atau APBD diketuk jelas dilakukan dulu pembahasan oleh Banggar DPRD Kabupaten Tasikmalaya.
“Masa ada anggaran yang melebih dari usulannya itu bisa lolos. Kalau memang tidak terperiksa, artinya legislatif kurang cermat dalam membahas setiap jengkal alokasi anggaran sehingga bisa benar-benar pro rakyat,” ujarnya, menjelaskan.
“Makanya saya menduga dan menilai jika persoalannya seperti ini, bahkan hampir setiap tahun terjadi ada persekongkolan antara eksekutif dan legislatif, termask tidak menutup kemungkinan dengan desa atau penerima manfaat,” sambung dia.
Kemudian, lanjut dia, dari sisi tafsir hukum mengacu kepada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam UU tersebut dijelaskan pada Pasal 6 yakni setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara tau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup tau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan.