Bahkan, lanjut Bambang, perjanjian dalam akad pelunasan tersebut dibatasi waktu 9 bulan. Setelah melewati batas waktu yang ditentukan, belum ada pelunasan. “Meskipun selisihnya kecil, tetap saja belum dilunasi,” tuturnya.
Disinggung soal pelunasan yang dipersulit karena harus membeli lapak di depan kios, Bambang membantahnya. Pada prinsipnya kalau pembayaran sudah dilunasi, baru muncul Akta Jual Beli (AJB) dan penyerahan sertifikan. “AJB juga kan belum ada, karena memang belum dilunasi,” imbuhnya.
Maka dari itu pihaknya mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Tasikmalaya. Gugatan tersebut dilakukan untuk pembatalan jual beli dengan alasan pembeli tidak melakukan pelunasan setelah jatuh tempo. “Dan saya meminta proses hukum pidananya ditunda dulu, karena perkara ini sedang diproses secara perdata,” tuturnya.
Baca Juga:Rumah dan Mobil Terbakar di Tasikmalaya, Karena Korsleting Charger HP?3 Ekor Monyet Masuk Pemukiman Warga di Tasikmalaya
Namun dia pun merasa aneh karena proses hukum pidana bisa terus berjalan berbarengan dengan proses pedata. Karena seharusnya, secara aturan perkara perdatanya harus diselesaikan terlebih dahulu. “Kalau di gugatan perdata ini kita menang dan aset itu milik klien saya, bagaimana bisa dia dipidana atas penguasaan aset yang dimiliki,” tuturnya.
Awalnya dia mengira bahwa proses pidana ini memang ditunda karena tidak ada lagi pemeriksaan selama kurang lebih sebulan. Namun tiba-tiba perkaranya sudah P21 dan dilimpahkan ke Kejaksaan. “Tahu-tahu proses pidananya lanjut terus,” katanya.
Maka dari itu di persidangan pihaknya mengajukan eksepsi kepada majelis hakim. Supaya proses sidang itu ditunda sampai sidang perdatanya selesai. “Kalau sudah jelas kepemilikannya, baru pidananya berlanjut,” ucapnya.
Di sisi lain saat mediasi pra sidang perdata, kliennya siap mengikuti solusi jalur tengah. Karena pada prinsipnya para pembeli menginginkan sertifikat tersebut. “Dan kita siap menyerahkan sertifikat itu, sesuai keinginan pedagang,” ucapnya.
Dengan catatan, masing-masing bertanggung jawab atas pajak yang harus dibayar. Hal itu dianggap memberatkan padahal menurut Bambang pajak itu suatu kewajiban. “Klien saya bayar pajak penjualan, pembeli bayar pajak pembelian, tapi mereka enggak mau,” ucapnya.
Pihaknya pun mempertanyakan soal misi dari proses hukum dari pihak lawan. Karena jika menginginkan sertifikat, seharusnya bisa selesai di ruang mediasi. “Jadinya mau apa?,” imbuhnya.(*)